gemasulawesi.com – Berita Terkini Indonesia Hari Ini
Berita Terupdate dan Terkini Indonesia, Sulawesi Tengah, Palu, Poso, Parigi Moutong
Perpu Cipta Kerja, Hidden Agenda Indonesia Lindungi Petani dalam Pasar Bebas WTO
Nasional, gemasulawesi – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 (Perpu Cipta Kerja) disinyalir menjadi hidden agenda pemerintah Indonesia untuk melindungi petani dalam pasar bebas WTO.
Banyak pihak yang protes adanya Perpu 02/2022 yang sudah diteken Presiden akhir Desember lalu menjadi jalan memuluskan impor masuk dan merajai Indonesia.
Namun, anggota Biro Hukum Kementerian Pertanian, Novianto mengatakan dibentuknya Perpu menjadi upaya pemerintah untuk sejalan dengan WTO, dimana tidak boleh ada pelarangan impor yang secara tersurat dalam undang-undang.
Baca Juga : Indonesia Diminta Tidak Bergantung dengan Vaksin Impor
“Kita bikin undang undang yang lebih soft untuk sejahterakan masyarakatnya, karena kita sempat kalah di WTO terkait banned. Kita mainkan rules di dalam negeri,” sebutnya dalam Sosialisasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 (Perpu Cipta Kerja) Substansi Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Kamis 09 Maret 2023.
Seperti diketahui Indonesia pernah mendapatkan kritik dari WTO terkait beberapa kebijakan impor yang dianggap melanggar aturan perdagangan internasional.
Baca Juga : Kemenko PMK: Minat Pekerja Sektor Pertanian Berkurang
Contohnya adalah kebijakan impor daging sapi yang diberlakukan pada tahun 2019 yang melarang impor daging sapi dari negara yang mengimpor daging sapi dari Brasil, kebijakan ini dianggap melanggar prinsip non-diskriminasi dalam perdagangan internasional.
Novianto menjelaskan, sebagai anggota WTO, Indonesia harus mematuhi peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama di organisasi tersebut.
Baca Juga : Bulog Klaim Isu Harga Beras Turun Bukan Akibat Impor
“Salah satu prinsip dasar dalam WTO adalah perdagangan bebas atau free trade, yang mendorong terbukanya pasar untuk impor dan ekspor tanpa hambatan atau diskriminasi yang tidak sah,” tuturnya.
Namun, WTO juga mengakui hak setiap negara anggota untuk melindungi kepentingan nasionalnya, termasuk melalui pengaturan impor.
Oleh karenanya, tidak ada ketentuan dalam peraturan WTO yang secara eksplisit melarang negara anggota untuk melarang impor suatu barang.
Selain itu, pengaturan impor tersebut juga tidak boleh diskriminatif atau bersifat proteksionis, dan harus berdasarkan alasan-alasan yang objektif dan rasional.
“Pengaturan impor yang dibuat oleh negara anggota harus memenuhi ketentuan-ketentuan tertentu dalam peraturan WTO, seperti ketentuan mengenai tarif impor, ketentuan mengenai penggunaan kebijakan non-tarif, serta ketentuan-ketentuan lainnya,” jelasnya.
Meskipun begitu, Novianto meyakini pemerintah telah mempersiapkan berbagai instrumen untuk melindungi petani.
Seperti menerapkan tarif impor yang seimbang dan adil untuk produk impor agar produk dalam negeri tetap bisa bersaing.
Bisa juga dengan memberikan subsidi pada petani dalam negeri untuk membantu mereka meningkatkan produktivitas dan daya saing.
Subsidi dapat diberikan dalam bentuk dukungan teknologi, pupuk, benih, atau pelatihan.
Pemerintah dapat membantu petani dalam negeri meningkatkan kualitas produk mereka sehingga dapat bersaing dengan produk impor, dengan memberikan pelatihan dan dukungan teknologi.
Tak hanya itu, pemerintah dapat mendorong diversifikasi produk petani dalam negeri dengan mengembangkan produk baru atau produk yang berbeda dari produk impor.
Untuk dapat membantu mengurangi ketergantungan pada produk impor dan meningkatkan keberlanjutan produksi dalam negeri. (*/YN)
Editor: Muhammad Azmi Mursalim
Ikuti Update Berita Terkini Gemasulawesi di : Google News