gemasulawesi.com – Berita Terkini Indonesia Hari Ini
Berita Terupdate dan Terkini Indonesia, Sulawesi Tengah, Palu, Poso, Parigi Moutong
Shizuka Miliki Savior Complex, Apa Itu?
Kupas Tuntas, gemasulawesi – Linimasa Twitter tengah ramai membicarakan Shizuka, peran wanita dalam serial Doraemon yang disebut miliki sifat Savior Complex, apa itu?
Pembahasan mengenai Shizuka di linimasa twitter pertama kali digulirkan oleh akun Movie Menfess (@moviemenfess) yang menyebutkan kenapa Shizuka memilih menikah dengan Nobita, daripada Dekisugi yang rajin dan baik.
Atas linimasa ini, dibalas oleh Zhuge Liang (@FikritheAdvisor) yang menyebutkan bahwa Shizuka memiliki sifat Savior Complex.
“Di komik, alasan Shizuka dengan Nobita karena merasa kasian dan menganggap Nobita tidak bisa apa-apa tanpa dia, “ cuitnya.
Baca Juga : Sifat Terburuk yang Dimiliki Setiap Tipe Kepribadian MBTI
Sebenarnya, apa itu Savior Complex?
Dilansir dari website Alodokter, Savior Complex merupakan perilaku yang terus-menerus ingin menolong orang lain secara berlebihan, sampai menimbulkan ketidaknyamanan dari orang yang ditolong.
Orang yang memiliki sifat savior complex ini sampai rela mengorbankan dirinya, waktu bahkan uang untuk orang lain.
Baca Juga : Sifat Terbaik yang Dimiliki Setiap Tipe Kepribadian MBT
Berbeda dengan psikopat, orang yang memiliki sifat savior complex ini justru memiliki empati yang berlebihan sehingga mudah iba dan kasihan terhadap orang lain.
Tak berhenti sampai membantu, orang dengan perilaku savior complex juga sangat suka mempengaruhi orang lain.
Bahkan lebih memaksa mengubah kehidupan orang lain, tak hanya perilaki, tetapi bahkan karir dan jalan hidupnya.
Orang seperti ini juga merasa memiliki solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi orang lain.
Menolong orang lain memang baik, namun ternyata orang yang memiliki sifat savior complex ini justru memiliki dampak yang buruk terutama untuk dirinya sendiri.
Orang dengan savior complex akan merasa lebih mudah lelah bahkan mengalami burnout.
Hingga menghadapi beragam permasalahan mental seperti penurunan rasa percaya diri bahkan depresi jika gagal membantu orang lain.
Lantas bagaimana cara kita agar tidak menjadi penolong yang berlebihan seperti ini?
1. Belajarlah menjadi pendengar yang baik, usahakan untuk tidak memotong pembicaraan orang lain terutama untuk memberikan solusi.
2. Belajar untuk memberikan bantuan sewajarnya.
3. Jika orang lain tidak menjalankan solusi yang kita berikan, hargai keputusan yang mungkin memang terbaik untuk dirinya.
Paling penting adalah jangan pernah mendiagnosis mental sendiri jika merasa tanda-tanda tersebut mirip dengan Anda.
Jangan malu untuk berbicara dengan psikolog untuk mendapatkan saran dan penanganan. (*/YN)
Editor: Muhammad Azmi Mursalim
Ikuti Update Berita Terkini Gemasulawesi di : Google News