Opini, gemasulawesi– Pemerintah telah mengeluarkan beragam kebijakan untuk meringankan beban hidup warga selama masa pandemi virus corona kebijakan itu salah satunya Bantuan Langsung Tunai atau dikenal dengan sebutan BLT.
Alokasi pemberian BLT selama pandemi corona terbagi dalam tiga tingkatan dengan merujuk pada besaran dana desa yaitu desa yang memiliki anggaran kurang dari Rp800 juta BLT dialokasikan sebesar 25 persen.
Desa dengan anggaran Rp800 juta hingga Rp1,2 miliar mengalokasikan BLT sebesar 30 persen. Sementara desa dengan anggaran diatas Rp1,2 miliar BLT mengalokasikan 35 persen.
Dana desa akan fokus ke tiga hal yaitu Penanganan virus corona, Program Padat Karya Tunai Desa dan BLT. BLT Dana desa tersalurkan sesuai peruntukkannya adalah menjadi harapan besar.
Namun demikian, dana BLT memiliki celah kerawanan dalam penyalurannya. Merujuk pada beberapa peristiwa bantuan sosial yang disalahgunakan oknum pejabat atau pemerintah daerah/pemerintah desa.
Misalnya, menurut data dari KPK beberapa waktu lalu, seperti mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho dihukum 6 tahun penjara serta denda Rp200 juta secara sah karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana hibah dan Bansos.
Contoh lainnya ialah mantan Sekda Tasikmalaya, Abdul Kodir divonis 1 tahun 4 bulan pidana terkait korupsi dana bansos juga. Dan mantan ketua DPRD Bengkalis, Riau, Heru Wahyudi, divonis 18 tahun karena korupsi dana bansos.
Merujuk pada beberapa kasus itu tentu menjadi cermin, BLT dana desa juga memiliki peluang yang sama untuk disalahgunakan oknum tertentu.
Kita pantas berkaca dan mengawal bahwa BLT harus sampai ke masyarakat sesuai dengan data penerima yang sah dan layak (tepat sasaran).
Paling tidak dengan menyesuaikan skala prioritas penerima BLT melalui DD sehingga bisa dikatakan jauh dari perilaku korupsi dan nepotisme.
Sehingga, mengingat BLT juga akan segera disalurkan kepada warga, maka berikut harapan yang mungkin saja menjadi keinginan bersama.
Ada beberapa hal yang mesti menjadi catatan untuk meminimalisir terjadinya tindak korupsi dan meningkatkan kepercayaan stakeholders dalam penyaluran BLT DD untuk warga terdampak virus corona.
Pertama adalah faktor komunikasi antar stakeholders utama instansi publik yaitu masyarakat itu sendiri, keterbukaan komunikasi antara Pemdes dengan masyarakat terkait distribusi BLT.
Kedua, peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga kontrol tingkat desa sangat diharapkan. Banyak BPD sering memiliki konflik intern dengan perangkat desa maupun sesama anggota BPD sehingga fungsi kontrol menjadi tidak maksimal.
Terakhir Saya juga mengharapkan pemerintah mengesampingkan kepentingan pribadi untuk menghindarkan konflik sosial ditengah masyarakat.
Sebagai warga, tentu kita tidak menginginkan terjadinya konflik sosial dalam proses penyaluran bantuan sosial pemerintah.
Kita setidaknya harus bijak menanggapi informasi. Pastikan informasi diperoleh dari sumber yang valid agar menghindarkan kita dari justifikasi yang mendeskreditkan pemerintah setempat.
Tidak menutup kemungkinan bahwa ada sekolompok orang di lingkup pemerintahan memiliki kepentingan politis yang dapat merugikan masyarakat tertentu.
BACA JUGA: Jelang Pemberlakuan PSBB, Buol Perkuat Stok Ketahanan Pangan
Laporan: Ammar Prasetya