Mengenal Ritual Mayat Berjalan Dari Suku Tana Toraja Sulawesi Selatan

Ket Foto: Ritual Ma’nene atau dalam bahasa lainnya disebut dengan ritual mayat berjalan di Toraja, Sulawesi Selatan (Foto/Facebook abun pasanggang)

Kupas Tuntas, gemasulawesi – Suku Toraja merupakan salah satu suku di Sulawesi Selatan. Suku ini memiliki tradisi ritual mistis yang sangat terkenal yaitu ritual mayat berjalan.

Dilansir dari cenel Kamar JERI, Sabtu 4 Februari 2023. Ritual Ma’nene atau dalam bahasa lainnya disebut dengan ritual mayat berjalan.

Kisah Ma’nene ini berawal dari seorang pemmburu yang bernama Pong Rumasek. Lengenda diyakini suku Toraja terjadi pada ratusan tahun lalu atau di zaman nenek moyang orang Toraja.

Kala itu Pong Rumasek sedang melakukan perburuan hingga masuk ke dalam Pegunungan Balla. Dikisahkan Pong Rumasek ketika sedang berburu, ia menjumpai jasad atau mayat seseorang di tengah hutan lebat.

Jasad tersebut tergeletak di Jalan atau dirute tempatnya Pong Rumasek berjalan. Kondisi mayat itu memprihatinkan sebab sisa tulang belulang.

Baca: Hal yang Membuat 8 Tipe Kepribadian Introvert dalam MBTI Diam-diam Berbahaya

Karna kondisi mayat yang memprihatinkan itu, sehingga Pong Rumasek merasa kasihan dan membawa sisa tulang belulang dari mayat itu dengan dibungkus menggunakan baju dipakainya.

Setelah Pong Rumasek membungkus tulang belulang dari mayat yang ditemukannya itu. Pong Rumasek kemudian melanjutkan perjalanannya sambil mengendong tulang belulang tersebut.

Usai kejadian itu Pong Rumasek selalu menemui keberuntungan, dimana tiap kali dia berburu selalu mendapatkan hewan buruannya dengan mudah

Begitu pula saat mencari buah-buahan di dalam hutan Pong Rumasek dapat menemukannya dengan mudah. Lalu saat pulang ke rumah kebun milik Pong Rumasek panen lebih cepat.

Baca: Sangat Unik di Dunia, Mobil Toyota Avanza Dipakai Ngangkut Sapi

Berdasarkan legenda ini lahirlah ritual Ma’nene atau disebut sebagai ritual mayat berjalan. Yang mana ritual ini dilakukan setiap setahun sekali di bulan Agustus usai masa panen oleh masyarakat Barupu di Toraja Barat.

Bagi suku Toraja sendiri ritual Ma’nene ini adalah upacara pemakaman untuk menghormati para leluhur. Disisi lain Ma’nene juga merupakan ajang silaturahmi dalam memperkuat persaudaraan.

Untuk orang Toraja Ma’nene ialah aturan adat yang harus dipenuhi, meski tidak tertulis secara langsung. Dalam tradisi jika pasangan suami istri ditinggalkan pasangannya, maka ia tak boleh menikah sebelum melaksanakan Ma’nene.

Sebab bila belum melakukan Ma’nene maka belum dikatakan bercerai atau dianggap masih memiliki ikatan, kendati pasangannya telah meninggal dunia. Setelah menggelar Ma’nene maka bisa dikatakan gadis atau kembali bujang.

Baca: Wuling Kembali Memamerkan Koleksinya, Kali Ini Wuling Alvez

Penduduk Barupu mempercayai, bila Ma’nene tidak dilaksanakan akan ada musibah yang terjadi. Misalnya saja dengan wabah penyakit atau gagal panen.

Dalam bahasa Bugis kata Toraja adalah orang-orang yang berdiam negeri di atas. Namun orang Toraja sendiri lebih menyukai disebut sebagai Naraya atau orang-orang dari keturunan bangsawan bernama Sarewigading.

Berbeda dengan suku Toraja lain. Suku Toraja Barat yaitu masyarakat Barupu mempercayai mereka berasal dari Ta’dung Langit atau di atas awan.

Dimana ceritanya masyarakat dari Ta’dung langit ini menyamar sebagi pemburu dan menetap di hutan Barupu, lalu menikah dengan dewi kesuburan bumi. Karena itulah masyarakat Toraja khususnya Barupu memnguburkan jasad saudaranya meninggal dikubur di liang tebing berbatu yang di pahat atau disebut Patane.

Tradisi ini erat kaitannya dimana mereka menganggap leluhurnya berasal dari langit dan bumi, sehingga tidak seharusnya orang yang meninggal dunia dikuburkan di dalam tanah, kepercayaan itu berlangsung secara turun temurun.

Baca: BMW X7 Facelift, Mobil Ganteng Resmi Meluncur di Indonesia

Masyarakat Toraja juga percaya jika mayat dikuburkan di dalam tanah akan mempengaruhi kesuburan tanah pertanian yang diolah. Sehingga memilih menguburkan jasad tersebut di Patane.

Setelah jasad atau mayat disimpan di Patane selama bertahun-tahun, orang Toraja akan mengeluarkannya kembali untuk dibersihkan. Ada ritual kuno dilakukan dimana orang Toraja membangkitkan kembali jasad atau mayat tersebut.

Bahkan jasad atau mayat itu bisa diperintah untuk pulang sendiri ke rumahnya. Cerita tentang mayat berjalan di Toraja ini memiliki 4 versi salah satunya.

Kisah perang saudara yang terjadi ratusan tahun lalu antara Toraja Timur dan Barat. Dalam peperangan itu ternyata Toraja Barat mengalami kekalahan, sebagian orang-orang dari Toraja Barat tewas.

Baca: Mengenal Tipe Kepribadian ESFJ, Memahami Tipe Kepribadian Pembela

Usai perang berakhir dan orang-orang dari Toraja Barat ingin pulang ke rumahnya. Mayat-mayat dari korban peperangan ini dibangkitkan kembali dan diminta pulang ke arah rumah.

Sementara korban tewas dari Toraja Timur hanya sedikit. Maka masyarakat Toraja Timur memilih untuk menggotong maya-mayat saudara mereka yang tewas saat berperang. (*/NRL)

Editor: Muhammad Azmi Mursalim

Ikuti Update Berita Terkini Gemasulawesi di : Google News

Bagikan: