Jawa Timur, gemasulawesi - Pemilik Maspion Grup, Alim Markus, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerja di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan.
Pernyataan ini merupakan respons atas permintaan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, yang mengimbau perusahaan-perusahaan di wilayahnya untuk sebisa mungkin menghindari PHK sebagai langkah menghadapi tekanan ekonomi.
Gubernur Khofifah menekankan bahwa sektor industri merupakan pilar utama dalam pembukaan lapangan kerja di Jawa Timur.
Oleh karena itu, ia meminta perusahaan untuk mempertimbangkan berbagai alternatif sebelum mengambil keputusan PHK, seperti mengurangi jam kerja atau hari kerja guna menyesuaikan dengan kondisi produksi yang mengalami penurunan.
Langkah ini diharapkan dapat menjaga stabilitas tenaga kerja di Jawa Timur serta mengurangi dampak sosial akibat meningkatnya angka pengangguran.
Sebagai pemimpin Maspion Grup, Alim Markus memahami kekhawatiran yang disampaikan oleh pemerintah.
Ia menegaskan bahwa perusahaan tidak akan melakukan PHK, bahkan jika terjadi kondisi di mana karyawan harus dirumahkan sementara, pihaknya akan menyalurkan pekerja tersebut ke perusahaan baru yang masih berada dalam grup usaha Maspion.
"Saya menjamin tidak akan ada PHK. Jika ada karyawan yang harus dirumahkan, kami bakal menyalurkan ke perusahaan baru dalam grup kami," jelas Alim Markus pada Rabu, 2 April 2025.
Keputusan ini didukung oleh kondisi finansial Maspion Grup yang dinilai masih kuat, terutama dengan adanya investasi baru yang masuk ke perusahaan.
Dengan dukungan finansial yang stabil, Maspion Grup optimistis dapat mempertahankan tenaga kerja yang ada serta menjaga kelangsungan operasional perusahaan dalam menghadapi tantangan ekonomi yang sedang berlangsung.
Perlu diketahui bahwa, data dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Timur menunjukkan bahwa sebanyak 40 ribu pekerja telah mengalami PHK dalam periode Januari hingga Februari 2025.
Angka ini cukup mengkhawatirkan mengingat kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil.
Banyak perusahaan yang menghadapi tekanan akibat menurunnya daya beli masyarakat serta fluktuasi harga bahan baku, sehingga menyebabkan sejumlah industri terpaksa melakukan efisiensi tenaga kerja.
Selain itu, catatan dari Kementerian Ketenagakerjaan juga menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, sebanyak 77.965 pekerja mengalami PHK, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 64.855 pekerja.
Tren kenaikan angka PHK ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan pelaku usaha, mengingat dampaknya yang luas terhadap perekonomian nasional. (*/Risco)