Nasional, gemasulawesi - Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk menempuh jalur diplomasi dalam menghadapi kebijakan tarif impor terbaru dari Amerika Serikat (AS).
Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang menyebut bahwa berbagai langkah negosiasi telah disiapkan untuk merespons situasi perdagangan bilateral yang tengah berkembang.
Airlangga menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mengambil langkah retaliasi, melainkan mengedepankan pendekatan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Dalam pernyataannya, Airlangga menyampaikan bahwa pemerintah telah menyiapkan sejumlah paket negosiasi yang akan diajukan dalam perundingan di Washington DC.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk menjaga stabilitas perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Amerika Serikat, terutama di tengah situasi global yang dinamis.
Salah satu agenda utama dalam paket tersebut adalah usulan untuk merevitalisasi perjanjian kerja sama perdagangan dan investasi atau Trade & Investment Framework Agreement (TIFA), yang sudah ditandatangani sejak tahun 1996 namun dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan saat ini.
"Karena TIFA sendiri secara bilateral ditandatangani di 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi sehingga kita akan mendorong (revitalisasi) berbagai kebijakan itu masuk dalam TIFA," kata Menko Airlangga pada Senin 7 April 2025.
Selain mendorong revitalisasi TIFA, pemerintah Indonesia juga berencana mengajukan proposal deregulasi terhadap Non-Tariff Measures (NTMs).
Salah satunya melalui relaksasi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada sektor teknologi informasi dan komunikasi.
Pemerintah juga akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pelarangan dan pembatasan barang ekspor-impor yang selama ini berlaku antara Indonesia dan AS.
Upaya ketiga yang dirancang pemerintah untuk memperkuat hubungan dagang dengan AS adalah dengan meningkatkan impor dan investasi dari AS, termasuk melalui pembelian minyak dan gas bumi (migas).
Strategi ini dipandang sebagai cara yang saling menguntungkan dalam konteks perdagangan bilateral, sekaligus menjaga keseimbangan neraca perdagangan.
Pemerintah juga menyusun skema insentif fiskal dan non-fiskal seperti penurunan bea masuk, PPh impor, dan PPN impor untuk mendorong daya saing produk Indonesia serta menjaga arus barang dari dan ke AS tetap stabil.
Dalam waktu dekat, Indonesia juga akan menggelar pertemuan dengan pimpinan negara-negara ASEAN pada 10 April 2025 guna menyamakan langkah dan sikap regional dalam merespons kebijakan tarif impor Amerika Serikat.
"Indonesia sendiri akan mendorong beberapa kesepakatan dan dengan beberapa negara ASEAN, menteri perdagangan juga berkomunikasi selain dengan Malaysia juga dengan Singapura, dengan Kamboja dan yang lain untuk mengkalibrasi sikap bersama ASEAN," jelas Airlangga.
Koordinasi ini dipandang penting agar kawasan Asia Tenggara bisa menunjukkan solidaritas dan kekompakan dalam menjaga kepentingan bersama di bidang perdagangan global. (*/Risco)