Nasional, gemasulawesi - Kabar tentang pemecatan ratusan guru honorer di sekolah negeri di Jakarta oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jakarta menjadi perbincangan hangat di media sosial dan masyarakat.
Sebanyak 107 guru honorer di Jakarta mengalami pemecatan secara sepihak melalui kebijakan 'cleansing' yang diterapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta.
Keputusan ini menimbulkan kehebohan di kalangan para pendidik khususnya guru honorer di Jakarta yang tiba-tiba kehilangan pekerjaan mereka.
Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, mengungkapkan bahwa banyak guru honorer yang kaget dan tidak mendapat pemberitahuan sebelumnya terkait pemutusan kontrak ini.
Iman menjelaskan bahwa pada tanggal 5 Juli, sejumlah guru honorer menerima pesan WhatsApp dari kepala sekolah mereka, yang menyatakan bahwa mereka tidak dapat lagi melanjutkan mengajar.
"Menurutnya, dia sudah tidak bisa mengajar lagi pada hari pertama tahun ajaran baru, dan dia juga menerima broadcast dari kepala sekolah kepada guru honorer. Setelah pengumuman bahwa mereka tidak diizinkan lagi mengajar, mereka diminta untuk mengisi formulir pembersihan. Baginya, situasinya seperti ditembak dan kemudian disuruh menggali kuburan sendiri," kata Iman.
Iman juga menyampaikan bahwa pihak sekolah dan Dinas Pendidikan belum memberikan informasi resmi atau lengkap terkait alasan pemecatan ini kepada para guru honorer.
Meskipun telah ada pertemuan dengan Komisi X DPR RI untuk membahas kondisi guru honorer di Jakarta dan daerah lainnya, namun tidak ada penjelasan yang memadai dari pihak terkait.
Menurut Iman, pemecatan massal guru honorer sedang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Jakarta.
Di wilayah DKI Jakarta sendiri, jumlah guru honorer yang terkena dampak 'cleansing' mencapai 107 orang dari berbagai jenjang pendidikan mulai dari SD hingga SMA.
Guru honorer yang terkena pemecatan ini berharap untuk tidak dipecat dan mendapatkan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Mereka ingin tetap dapat mengajar, memperoleh jam mengajar, dan memiliki kesempatan untuk mengikuti seleksi PPPK agar dapat bersaing secara adil dalam mendapatkan status kepegawaian yang lebih stabil.
Pemecatan ini mempengaruhi banyak guru honorer, seperti yang dialami oleh Fajar, seorang pengajar Bahasa Indonesia di salah satu SMP negeri di Jakarta Utara.
Fajar mengungkapkan bahwa pemecatan tersebut dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Ia mengetahui nasibnya melalui pesan yang berisi tautan Google Spreadsheet yang memuat 173 nama guru honorer yang terkena dampak cleansing Disdik Jakarta Utara.
"Saya tidak mendapatkan pemberitahuan jauh-jauh hari untuk bersiap mencari pindah sekolah, tetapi langsung di-cut tanpa adanya pemberitahuan," ujar Fajar.
Keputusan ini juga berdampak pada guru honorer lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Andi dari salah satu SMA negeri di Jakarta Barat.
Meskipun masih bisa mengajar, mereka tidak lagi menerima bayaran dan terhambat untuk mencari pekerjaan di sekolah swasta yang sudah menutup pendaftaran.
Di sisi lain, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Budi Awaluddin, menjelaskan bahwa kebijakan cleansing ini dilakukan sebagai respons terhadap temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Temuan BPK menyatakan bahwa proses rekrutmen guru honorer di sekolah-sekolah negeri di Jakarta tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk dalam Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022.
Sejak tahun 2017, Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah mengeluarkan instruksi bahwa pengangkatan guru harus melalui rekomendasi dari Dinas Pendidikan.
Namun, dalam praktiknya, banyak guru honorer diangkat oleh kepala sekolah tanpa rekomendasi tersebut, menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membayar gaji mereka.
Dengan adanya kebijakan ini, Dinas Pendidikan DKI Jakarta berharap dapat memperbaiki tata kelola pendidikan dan memastikan bahwa rekrutmen guru honorer di masa mendatang akan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Meskipun demikian, keputusan pemecatan ini tetap menimbulkan polemik dan keprihatinan di kalangan guru honorer yang merasa tidak adil dengan kebijakan yang diterapkan.
Polemik ini menunjukkan pentingnya penanganan yang adil dan transparan dalam setiap kebijakan terkait dengan tenaga pendidik, demi menjaga keberlangsungan proses pendidikan yang berkualitas di Indonesia. (*/Shofia)