Berita sulawesi tengah, gemasulawesi.com– Menurut rekam medis Rumah Sakit di berbagai dunia, menunjukkan pria rentan terkena virus corona.
Di Inggris, Wales, dan Irlandia Utara, misalnya, sekitar 70 persen pasien kritis yang dikirim ke perawatan intensif adalah pria. Dan jumlahnya lebih tinggi lagi untuk yang meninggal.
Studi terhadap lebih dari 4.000 pasien virus corona di sejumlah rumah sakit di New York, Amerika Serikat, juga menemukan 62 persen adalah pria. Studi itu mendapati pula kalau gejala infeksi virus itu pada pria lebih cenderung berkembang menjadi sakit parah dan meninggal.
Satu kemungkinan di balik perbedaan kerentanan pria dan wanita itu adalah soal kebiasaan merokok. Di Cina, lebih dari separuh pria merokok.
Orang-orang tua lebih rentan terinfeksi penyakit virus corona 2019 alias covid-19. Bukan hanya orang, tapi lebih tepatnya, orang tua yang pria.
Pada 30 Januari 2020, satu tim di School of Medicine, Shanghai Jiaotong University, menerbitkan laporan kondisi 99 pasien COVID-19 yang dirujuk ke Rumah Sakit Jinyintan Wuhan sepanjang 1 sampai 20 Januari.
Mereka menemukan jumlah pria jauh lebih banyak dengan perbandingan lebih dari 2:1 pada kelompok pasien itu.
Petunjuk yang sama muncul juga di tingkat kematian. Data mortalitas dari 21 rumah sakit di Wuhan antara 21-30 Januari, misalnya, sebanyak 75 persen adalah pria.
Sementara itu, hanya lima persen untuk yang perempuan. Diduga, rokok tembakau menyebabkan sel paru-paru memproduksi protein ACE2 yang menjadi reseptor virus corona. Ini bisa berarti merokok membuat sel-sel di paru lebih mudah diinfeksi virus.
Hua Linda Cai dari University of California, Amerika Serikat, mematahkan hipotesa itu dengan menyatakan tak didukung data.
Baca Juga: Bertambah, Satu ODP Baru Parigi Moutong dari Kecamatan Lambunu
Para perokok, menurutnya, hanya 12,5 persen dari mereka yang sakit parah karena virus corona di Cina. Angka itu bahkan jauh lebih rendah daripada proporsi perokok di tengah populasi negara itu.
Pertanyaan yang diajukan adalah sebagian besar dari para pria. Mereka yang menderita obesitas, tekanan darah tinggi, diabetes, kanker, serta penyakit jantung dan paru yang lebih parah juga terkait dengan infeksi parah.
Namun, mengkompilasi para peneliti di New York, membandingkan semua itu dalam analisisnya, mereka menemukan jika jenis kelamin tidak lagi faktor risiko utama untuk tingkat parahnya infeksi virus corona.
Wanita memiliki pertahanan alami yang lebih kuat dibanding pria.
“Ada perbedan yang substansial dalam sistem imun di antara laki-laki dan perempuan dan ini memiliki pengaruh yang signifikan pada pengujian tubuh yang menerima infeksi,” ujar Philip Goulder, imunolog di Universitas Oxford.
Satu perbedaan kuncinya, kata Goulder, adalah perempuan memiliki dua kromosom X per sel sedang laki-laki satu. Dia menjelaskan, sebagian gen yang penting di kromosom X.
Protein ini diekspresikan dalam dosis yang dua kali lebih banyak pada sel imun perempuan pada laki-laki, dan merespons respons imun terhadap virus korona pada perempuan juga lebih tinggi.
Ada juga beberapa yang membuktikan hormon perempuan seperti estrogen dan progesteron yang melengkapi sistim imun, namun yang satu ini belum disetujui secara spesifik dengan virus corona.
Berikutnya, adalah laki-laki lebih dari jorok dari perempuan.
“Mereka sangat membutuhkan standar sanitasi seperti mencuci tangan,” kata Kunihiro Matsushita dari Johns Hopkins University, Amerika Serikat.
Studi di Cina juga menemukan pasien laki-laki dengan kasus virus corona di rumah sakit lebih berpeluang membawa virus lain, termasuk flu dan bakteri.
“Dan itu bisa jadi menambah parah gejala virus corona,” tutupnya.
BACA JUGA: Hukuman Berat, Penyeleweng Anggaran Corona di Parigi Moutong
Laporan: Ince Hidayatullah/sumber: Tempo