Internasional, gemasulawesi – Salah seorang rakyat Palestina yang juga berprofesi sebagai penulis lepas, Eman Al-Astal, mengakui dia hanya dapat membayangkan 2 skenario ketika mereka kehilangan kontak komunikasi.
Menurut Eman Al-Astal, yang pertama adalah bahwa penulis lepas di Gaza kehilangan komunikasi karena kesalahan teknis atau pemadaman komunikasi, kejadian umum yang cukup umum terjadi di bawah serangan rudal Israel yang menghantam Jalur Gaza sejak tanggal 7 Oktober 2023.
Dan yang kedua adalah teman dan kolege mereka telah menjadi korban salah satu serangan tersebut.
Eman Al-Astal menyatakan jika dia terus menerus menjadi cemas dan khawatir terhadap teman dan koleganya seperti halnya sebaliknya.
“Bukan karena ada sesuatu yang berbahaya di pihak mereka, tetapi karena saya tahu bagaimana rasanya melakukan semua yang Anda bisa untuk memeriksa yang Anda sayangi dan tetap merasa tidak berdaya,” katanya.
Al-Astal mengakui jika kehidupan disana sangat tidak dapat diprediksi sehingga dapat mengalami pemadaman listrik total kapan saja.
“Dan dunia tidak akan tahu apa-apa tentang hal itu,” ujarnya.
Salah satu masalah yang timbul ketika telekomunikasi dan internet telah terputus di seluruh Gaza diakui Al-Astal adalah sebagai penulis konten paruh waktu dari Gaza, teman-temannya sangat membutuhkan berita apapun.
Beberapa hari setelah Israel menyatakan perangnya terhadap Gaza, serangan udara yang dilakukan mereka terhadap Rimal menghancurkan jaringan perusahaan telekomunikasi Etisalat di Gaza tengah.
Hal ini diketahui menyebabkan pemadaman internet yang signifikan di seluruh kota dan membuat Eman Al-Astal dan banyak penduduk lain hanya memiliki data yang tersisa di jaringan mereka.
Ketika perang berkecamuk, pemadaman komunikasi menjadi sumber kecemasan yang mendalam untuk Eman Al-Astal dan ratusan atau ribuan orang lainnya yang seperti dia di seluruh Gaza dan Palestina.
Eman mengakui jika di siang harinya, dia akan berkeliling di lingkungannya berharap sinyal ponselnya akan muncul kembali, namun harus menelan kekecewaan.
“Saya sendiri yakin Israel sengaja menargetkan menara telekomunikasi dan telepon di Gaza, berharap untuk membungkam berita yang muncul dari wilayah kami,” imbuhnya.
Seperti ribuan orang lainnya yang memiliki pekerjaan jarak jauh dan memiliki komitmen di luar Gaza, Eman Al-Astal juga menghadapi kemungkinan harus mengucapkan selamat tinggal kepada teman, keluarga, kolega dan sumber pendapatan yang telah dia bangun selama bertahun-tahun.
“Saya khawatir kita sedang sekarat, terisolasi, ditinggalkan dan kehabisan solusi,” ungkapnya. (*/Mey)