Internasional, gemasulawesi – Sayap militer Hamas, Brigade Al Qassam, telah memberikan isyaratnya jika mereka bertanggung jawab untuk serangan yang dikabarkan telah membuat 20 orang tentara penjajah Israel tewas.
Serangan tersebut terjadi di Khan Younis di awal pekan lalu dan menyebabkan jumlah korban yang paling tinggi di pihak penjajah Israel sejak agresi yang dimulai di tanggal 7 Oktober 2023 lalu.
Brigade Al Qassam juga membagikan poster yang memperlihatkan nomor 20 yang dibuat dengan beberapa retakan dan juga dihiasi dengan nyala api, yang disebutkan tampaknya merujuk pada serangan para pejuang Hamas.
Terdapat juga tulisan Arab yang merupakan kutipan dari ayat Al-Qur’an yang berbunyi ‘Kami telah menebang habis mereka dan membiarkan mereka mati’.
Di awal pekan lalu, penjajah Israel menyampaikan jika pejuang Palestina yang tudak dikenal menembakkan 2 buah granat berpeluncur roket atau yang dikenal dengan RPG ke sebuah tank penjajah Israel.
“Misi kami berjalan di bawah kondisi keamanan yang ketat dan serangan yang menewaskan tentara kami adalah bencana,” kata juru bicara militer penjajah Israel, Daniel Hagari.
Baca Juga:
Representasi Masyarakat, Ini Beberapa Simbol Palestina yang Tunjukkan Identitas dan Perlawanan
Sebelumnya, Hamas juga mengumumkan jika hampir 60 tahanan penjajah Israael telah terbunuh sejak perang dimulai.
Hamas menegaskan jika para tahanan yang tewas tersebut diakibatkan serangan penjajah Israel yang dilakukan di Jalur Gaza.
“Ini dengan jelas menunjukkan ketidakpedulian mereka,” ujar perwakilan mereka.
Di tengah perang yang masih terus berlanjut hingga sekarang, di tanggal 24 November 2023 wilayah Palestina sempat mengalami masa tenang karena gencatan senjata yang disetujui oleh kedua belah pihak, baik Hamas atau Israel.
Gencatan senjata tersebut dilakukan selama sepekan dan disertai dengan pertukaran tawanan.
Sekitar 240 tahanan Palestina dibebaskan dari penjara-penjara penjajah Israel, termasuk dengan perempuan dan anak-anak.
Perang juga menyebabkan lebih dari 25 ribu orang harus meninggal dan jutaan orang menjadi pengungsi dengan resiko kelaparan akibat akses bantuan kemanusiaan yang sulit. (*/Mey)