Kupas Tuntas, gemasulawesi – Ogoh-ogoh menjadi simbol Bhuta Kala yang tak bisa terpisahkan dari perayaan Nyepi.
Sejarah ogoh-ogoh bisa dilacak kembali hingga masa lalu.
Konon, ogoh-ogoh pertama kali diperkenalkan oleh seorang pendeta Hindu bernama Dang Hyang Nirartha, yang juga dikenal sebagai Dang Hyang Dwijendra.
Baca Juga : Harus di Ketahui! Bakar Ogoh-ogoh Sebagai Tradisi Umat Hindu dalam Perayaan Nyepi
Dalam catatan sejarah, Dang Hyang Nirartha merupakan seorang pendeta yang sangat berpengaruh di Bali pada abad ke-16.
Ia dikenal sebagai pemimpin spiritual yang berhasil menyebarkan ajaran Hindu di Pulau Dewata tersebut.
Konon, Dang Hyang Nirartha memperkenalkan berbagai tradisi dan upacara keagamaan Hindu ke masyarakat setempat.
Baca Juga : Hari Raya Nyepi di Parigi Moutong Tahun Ini Tanpa Ogoh-ogoh
Beberapa sumber mengklaim bahwa Dang Hyang Nirartha adalah yang pertama kali mengadopsi dan memodifikasi tradisi ogoh-ogoh di Bali menjadi bentuk yang kita kenal saat ini.
Sejak itu, tradisi ogoh-ogoh terus berkembang di Bali dan menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Hari Raya Nyepi.
Baca Juga : Hari Raya Nyepi: Masyarakat Bali Punya 5 Tradisi Unik Ini, Bisa Menarik Banyak Wisatawan
Dalam perayaan ogoh-ogoh, patung-patung raksasa yang diarak dalam pawai melambangkan roh jahat yang dibawa pergi pada malam sebelum Hari Raya Nyepi, ketika umat Hindu di Bali merenungkan diri dan mempersembahkan sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, ogoh-ogoh menjadi simbol penting dalam perayaan keagamaan Hindu di Bali.
Baca Juga : Tersegel, Lokasi Pembangunan Kantor DPD PDI-P Sulteng
Ogoh-ogoh dipercayai mewakili roh jahat atau Bhuta Kala yang mengganggu ketenangan selama tahun yang lalu, dan kemudian ogoh-ogoh tersebut dibakar dalam upacara perayaan Nyepi untuk menyingkirkan roh-roh jahat tersebut.
Bhuta Kala sendiri adalah makhluk mitologis dalam kepercayaan Hindu-Bali yang mewakili kejahatan dan kegelapan.
Baca Juga : Ajak Warga Ikut Vaksin Covid19, Sekda: Jangan Takut
Mereka dianggap sebagai roh-roh jahat yang harus diperingati dan dikalahkan melalui berbagai upacara keagamaan, termasuk perayaan Nyepi yang mencakup pembakaran ogoh-ogoh.
Ogoh-ogoh digunakan sebagai simbol fisik Bhuta Kala yang kemudian dibakar sebagai simbol dari mengalahkan kejahatan dan kegelapan.
Oleh karena itu, ogoh-ogoh dan Bhuta Kala memiliki kaitan erat dalam tradisi dan kepercayaan agama Hindu-Bali.
Seiring dengan perkembangan zaman, ogoh-ogoh telah mengalami transformasi menjadi lebih modern dan kreatif.
Selain menggunakan bahan tradisional seperti bambu dan kertas, kini ogoh-ogoh juga dibuat dengan bahan-bahan modern seperti styrofoam, kain, dan plastik.
Bahkan beberapa ogoh-ogoh modern juga dilengkapi dengan efek cahaya dan suara yang menambah kesan dramatis dalam perayaan Nyepi.
Ogoh-ogoh masa modern juga mengusung tema-tema yang lebih bervariasi dan tidak selalu menggambarkan sosok Bhuta Kala.
Beberapa ogoh-ogoh modern mengusung tema superhero, tokoh animasi, hingga simbol-simbol kebudayaan dan sosial-politik.
Namun, meskipun mengalami transformasi dan inovasi, ogoh-ogoh masih dianggap sebagai bagian penting dalam perayaan Nyepi dan masih dipercayai sebagai simbol dari kejahatan dan kegelapan yang harus dilawan dan dikalahkan. (*/YN)
Editor: Muhammad Azmi Mursalim
Ikuti Update Berita Terkini Gemasulawesi di : Google News