Kebijakan Ekspor Pasir Laut Tuai Kontroversi, Anggota DPR RI Ini Bongkar 7 Lokasi yang Ditargetkan untuk Pengerukan

Anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka bongkar tujuh lokasi pengerukan di Indonesia usai kebijakan ekspor pasir laut dilegalkan kembali. Source: Foto/dok. DPR RI

Nasional, gemasulawesi - Kebijakan pemerintah yang kembali mengizinkan ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 telah memicu reaksi keras dari berbagai kalangan. 

Salah satu pihak yang paling vokal menolak kebijakan ini adalah Rieke Diah Pitaloka, anggota Komisi VI DPR RI. 

Kebijakan tersebut dianggap berpotensi merusak lingkungan dan melanggar berbagai aturan yang melindungi sumber daya alam laut Indonesia.

Rieke secara tegas menyatakan bahwa PP ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Kelautan. 

Baca Juga:
Awas! Modus Baru Pencurian Terbongkar di GBK, Motor Senilai Belasan Juta Raib, Begini Kronologinya

Dia menilai bahwa kebijakan ini cenderung berpihak kepada kepentingan bisnis dan mengabaikan dampak negatif yang dapat ditimbulkan terhadap lingkungan. 

Dalam pandangannya, keputusan pemerintah mengizinkan ekspor pasir laut tidak hanya bermasalah secara hukum, tetapi juga berisiko besar terhadap ekosistem laut dan kehidupan masyarakat pesisir.

Rieke juga mengungkapkan bahwa terdapat tujuh lokasi yang telah ditargetkan untuk pengerukan pasir laut, termasuk di Demak, Surabaya, Cirebon, Indramayu, Karawang, dan beberapa pulau di Kepulauan Riau. 

Lokasi-lokasi ini dinilai strategis secara bisnis, namun keberadaan rencana eksploitasi pasir laut di kawasan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai dampak jangka panjang terhadap lingkungan sekitar. 

Baca Juga:
Aksi Sopir Angkot Diduga Peras Penumpang Wanitanya di Kota Tangerang Viral, Polisi Turun Tangan

Ia mempertanyakan apakah ada kajian mendalam mengenai dampak sosial dan ekologis yang telah dilakukan sebelum lokasi tersebut dipilih.

"Kenapa lokasi-lokasi ini yang dipilih? Apakah ada kajian mendalam mengenai dampak lingkungan dan sosialnya?" ungkapnya, dikutip pada Jumat, 27 September 2024.

Keputusan untuk mengekspor pasir laut tentu mengundang keprihatinan, mengingat sejarah Indonesia yang pernah melarang ekspor pasir laut pada 2003 untuk melindungi lingkungan pesisir dan menghindari konflik dengan negara tetangga seperti Singapura, yang saat itu menjadi tujuan utama ekspor pasir laut. 

Dalam situasi saat ini, kekhawatiran serupa kembali mencuat, terlebih karena eksploitasi besar-besaran pasir laut berpotensi mengakibatkan abrasi, kerusakan ekosistem laut, hingga hilangnya wilayah daratan.

Baca Juga:
Pengemis Pura-Pura Buntung di Jakarta Timur Terciduk Petugas Dinsos, Akui Terinspirasi untuk Beraksi Gegara Ini

Salah satu poin utama yang disoroti Rieke adalah dasar hukum dari kebijakan ini. 

Dimana PP Nomor 26 Tahun 2023 mengacu pada Pasal 5 Undang-Undang Dasar, yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk mengeluarkan peraturan pemerintah. 

Namun, ia menekankan bahwa kewenangan ini harus digunakan dengan bijaksana dan tetap sejalan dengan tujuan negara, yaitu melindungi sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat. 

Dalam hal ini, dia melihat adanya inkonsistensi antara kebijakan ekspor pasir laut dengan tujuan perlindungan lingkungan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Kelautan.

Baca Juga:
Geger! Pria di Kalimantan Timur Ngamuk Bawa Sajam, Berusaha Tarik Rp100 Juta Padahal Tak Punya Tabungan, Kok Bisa?

Lebih lanjut, ia menilai bahwa sejumlah peraturan menteri yang dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari PP tersebut semakin memperjelas indikasi bahwa kebijakan ini lebih menguntungkan kepentingan bisnis tertentu daripada menjaga keseimbangan lingkungan.

Rieke menyerukan agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ini dan menghentikan segala aktivitas ekspor pasir laut yang berpotensi merusak lingkungan serta merugikan masyarakat. 

Ia juga menegaskan bahwa perlindungan terhadap sumber daya alam laut harus diutamakan di atas kepentingan ekonomi jangka pendek. (*/Shofia)

Bagikan: