Tegas! Usai Temukan Adanya Bakteri Berbahaya, BPOM Tarik Semua Produk Latiao dari Pasaran

BPOM menghentikan peredaran latiao akibat kontaminasi Bacillus Cereus yang memicu kasus keracunan pangan di berbagai wilayah. Source: Foto/Instagram @latiao_istana11

Nasional, gemasulawesi - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengambil langkah tegas dengan menghentikan peredaran seluruh produk latiao di Indonesia. 

Langkah ini dilakukan menyusul Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP) yang menimpa banyak orang di beberapa daerah. 

Produk latiao, yang merupakan pangan olahan asal China, diduga menjadi penyebab utama kasus keracunan tersebut. 

Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan keamanan pangan bagi masyarakat di tengah merebaknya kasus keracunan yang disinyalir berasal dari kontaminasi bakteri berbahaya.

Baca Juga:
Viral Aksi Pencurian Motor di Medan yang Ketahuan Pemiliknya, Pelaku Kena Lempar Hingga Lari Kocar-kacir

Dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat, Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima laporan terkait insiden keracunan yang tersebar di tujuh wilayah Indonesia, yaitu Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, dan Pamekasan. 

Dari hasil pengujian laboratorium, ditemukan bahwa beberapa produk latiao mengandung bakteri Bacillus Cereus yang berbahaya. 

Bakteri ini diketahui menyebabkan gejala keracunan seperti sakit perut, pusing, mual, dan muntah, sesuai dengan keluhan yang dilaporkan oleh para korban.

Menurut BPOM, terdapat 73 jenis produk latiao yang beredar di Indonesia, dan empat di antaranya terbukti mengandung bakteri tersebut. 

Baca Juga:
Terekam Saat Loncat dari Bendungan Benteng, Pemuda di Pinrang Sulsel Diduga Tenggelam, Tim SAR Masih Lakukan Pencarian

Pemeriksaan juga dilakukan pada fasilitas penyimpanan yang dimiliki oleh para importir dan distributor produk latiao. 

Hasil pemeriksaan mengungkapkan bahwa sebagian fasilitas tersebut tidak memenuhi standar Cara Peredaran Pangan Olahan yang Baik (CperPOB), yang dapat meningkatkan risiko kontaminasi bakteri dalam produk.

Sebagai langkah lanjutan, BPOM berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk menghentikan penjualan latiao secara online, serta menginstruksikan penarikan dan pemusnahan produk yang terkontaminasi. 

“Kami meminta para importir untuk segera melaporkan proses penarikan dan pemusnahan ini kepada Badan POM, dan kami akan memantau pelaksanaannya,” ujar Taruna Ikrar, dikutip pada Minggu, 3 November 2024.

Baca Juga:
Viral Likuifaksi Terjadi di Mamuju Tengah Sulbar, Akses Jalan Terputus Hingga Ekskavator Tertimbun Tanah yang Bergerak

Hal ini bertujuan agar produk yang terbukti tidak aman tersebut tidak lagi beredar dan membahayakan konsumen.

Selain menghentikan peredaran latiao, BPOM juga menangguhkan sementara registrasi dan importasi produk tersebut. 

Langkah ini diambil sebagai bentuk pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang. 

Di samping itu, BPOM terus melakukan penelusuran terkait kasus ini, demi memastikan keamanan produk-produk pangan yang ada di pasaran.

Baca Juga:
Kronologi Paku Bumi Jatuh di Bandung Hingga Sebabkan Kemacetan Panjang, Ternyata Ini Penyebab Utamanya

Taruna Ikrar juga mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada dalam memilih produk pangan yang akan dikonsumsi. 

“Masyarakat diharapkan menjadi konsumen yang cerdas dan selalu memeriksa keamanan pangan sebelum dikonsumsi,” katanya. 

Lebih lanjut ia menekankan agar kelompok rentan, termasuk anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui, sebaiknya menjauhi makanan olahan pedas dan memilih pangan yang lebih aman serta berkualitas.

Ke depan, BPOM akan meningkatkan pengawasan pre-market dan post-market terhadap produk-produk pangan di pasaran. 

Baca Juga:
Sempat Mendarat Darurat di Blora, Helikopter TNI AD Bisa Terbang Lagi, Ternyata Ini Alasan Pendaratan Tiba-tiba

Langkah ini diharapkan dapat mencegah kejadian serupa serta menjamin bahwa produk pangan yang tersedia aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. 

Dengan adanya tindakan ini, BPOM menunjukkan komitmennya dalam menjaga kesehatan publik dan memastikan keamanan pangan di Indonesia. (*/Shofia)

Bagikan: