Kupas tuntas, gemasulawesi – Dalam sorotan dunia perfilman, The East atau De Oost muncul sebagai lensa tajam yang mengulas sejarah dengan kontroversi dan keberanian yang menggetarkan.
Sutradara Jim Taihuttu, seorang keturunan Maluku di Belanda, membawa kisah pahit perang kemerdekaan Indonesia, khususnya di Maluku, dari sudut pandang yang jarang tergali.
Seiring kabar menyebar, Federasi Veteran Indo Belanda (FIN) menggelar perlawanan terhadap film ini.
Mereka menyuarakan ketidaksetujuan karena FIN meyakini bahwa The East mencemarkan jasa para pejuang KNIL yang pernah berjuang mati-matian untuk negara.
Film ini pun disorot sebagai potensi propaganda anti-Belanda.
Namun, tak hanya itu suara dari dekat juga turut memenuhi ruang perdebatan.
Putri Westerling, tokoh sentral dalam cerita ini, menyuarakan kritik keras terhadap film ini.
Menurutnya, kisah yang dihadirkan telah memutarbalikkan fakta dan memalsukan sejarah, merusak citra ayahnya.
Bukan hanya dalam dunia pendapat, film ini pun terhimpit dalam jerat hukum.
Gugatan dari FIN membawa The East ke jalur pengadilan.
Namun, keputusan hakim berpihak pada tim produksi, dengan alasan mereka tidak bersalah.
Sebuah kemenangan hukum yang mengukuhkan bahwa The East memiliki kebebasan berekspresi dalam menyampaikan sudut pandangnya.
Film ini tak hanya menggetarkan hati, tetapi juga menjadi simbol keberanian generasi muda Belanda.
Menggali ke dalam tabu nasional, mereka mengajak kita menyusuri luka sejarah yang terkadang terlupakan.
Dalam rasa tanggung jawab, The East mengeksplorasi keberanian mereka dalam mengungkapkan kelamnya masa lalu, meski harus berhadapan dengan oposisi dan kontroversi.
Dalam kedalaman cerita The East, kita menemukan sosok Johan De Vries yang digambarkan oleh Martijn Lakemeier.
De Vries, seorang prajurit muda, terjebak dalam pertarungan moral saat menyaksikan kekejaman yang tak bisa diabaikan.
Melalui peran ini, penonton disuguhkan pergolakan batin yang membangkitkan refleksi kolektif.
Seiring dengan alur cerita yang beranjak, kita menyaksikan dinamika berlapis.
Dalam sudut pandang seorang Westerling atau yang dikenal dalam film sebagai Raymond diperankan oleh Marwan Kenzari, terungkaplah ruang keputusasaan dan ambiguitas.
Di antara gemuruh tembakan, film ini menggugah pertanyaan tentang moralitas dan kebenaran.
The East bukan hanya fiksi, ia adalah pencerahan dalam masa kelam.
Jim Taihuttu mewujudkan ambisi untuk menyajikan cerita yang tak hanya meruntuhkan batasan waktu, tetapi juga menabrak tembok tabu.
Ini adalah peta perjalanan yang terukir dengan hati nurani, sebuah gambaran sejarah yang meski kontroversial, tak dapat diabaikan.
Baca: Intip Sinopsis dari Film Downfall: Ini Dia Kisah Akhir Kehidupan Adolf Hitler dalam Bunker Berlin!
Sebagai sebuah karya yang memainkan peran ganda sebagai provokator dan pengingat, The East memanggil kita untuk menghadapinya.
Tak sekadar tontonan, film ini adalah lentera dalam gelapnya masa lalu yang perlu kita hadapi dengan kepala tegak. (*/CAM)
Editor: Muhammad Azmi Mursalim
Ikuti Update Berita Terkini Gemasulawesi di: Google News