Gunung Kidul, gemasulawesi - Sebuah peristiwa yang memunculkan keprihatinan serius terjadi di Padukuhan Nglengkong, Kalurahan Serut, Kapanewon Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul.
Aktivitas tambang yang berlangsung di dekat permukiman warga telah menjadi viral di media sosial, menyoroti dampak signifikan bagi kehidupan sehari-hari dan keselamatan penduduk setempat.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa meskipun aktivitas tambang telah dimulai sejak tahun sebelumnya, pengerukan tanah dalam skala besar baru dilakukan pada Rabu, 12 Juni 2024.
Dengan kedalaman mencapai 10-15 meter, pengerukan ini menghasilkan getaran kuat yang mengganggu ketenangan rumah-rumah di sekitar area tambang.
Dari video yang diunggah akun Instagram @noto_suwarno_id, ia mengungkapkan kekhawatiran mereka akan potensi longsor dan kerusakan lingkungan yang lebih luas akibat aktivitas tambang yang semakin intens.
Protes dari warga terdampak kepada pengawas tambang tidak menghasilkan perubahan yang signifikan.
Meskipun mereka telah mengungkapkan kekhawatiran mereka, aktivitas tambang tetap berlanjut tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan keselamatan warga.
Hal ini menunjukkan kurangnya responsivitas terhadap aspirasi masyarakat lokal dalam mempertahankan keamanan dan kesejahteraan di lingkungan tempat tinggal mereka.
Keprihatinan warga semakin meningkat ketika sebuah video viral menunjukkan betapa dekatnya aktivitas tambang ini dengan rumah-rumah mereka yang masih dihuni.
Dalam video tersebut, terdengar seorang pria mempertanyakan legalitas dan prosedur aktivitas tambang yang begitu dekat dengan permukiman warga.
Pemerintah daerah, melalui Sekretaris Daerah Gunungkidul, Sri Suhartanta, memberikan tanggapan dengan meminta pihak penambang untuk melakukan pengurukan, pembuatan talud, dan reklamasi sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Menanggapi kekhawatiran dan protes yang semakin meningkat, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Gunungkidul, Harry Sukmono, telah berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memantau dan mengawasi aktivitas tambang tersebut.
Meskipun aktivitas tambang tersebut memiliki izin Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) dari BKPM pusat sejak 4 Maret 2022, hal ini tidak mengurangi kekhawatiran masyarakat akan dampak negatif yang mungkin timbul.
Kisah konflik tambang di Gunungkidul ini menjadi cerminan pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan perlindungan terhadap kepentingan masyarakat lokal.
Warga berharap agar pemerintah dan pihak terkait dapat memberikan penanganan yang lebih serius terhadap masalah ini untuk memastikan keamanan, kesejahteraan, dan keberlanjutan lingkungan hidup di daerah mereka.
Keputusan untuk melanjutkan aktivitas tambang tanpa mempertimbangkan konsekuensi sosial dan lingkungan yang serius hanya meningkatkan ketidakpuasan dan kekecewaan di kalangan penduduk setempat.
Mereka merasa tidak didengarkan dan terpinggirkan dalam perjuangan mereka untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan di lingkungan tempat tinggal mereka.
Selain gangguan fisik dan lingkungan, kekecewaan warga juga mencakup kekhawatiran akan masa depan mereka dan keamanan tempat tinggal.
Mereka yakin bahwa kepentingan ekonomi dari aktivitas tambang tidak boleh mengatasi kepentingan masyarakat dan lingkungan yang lebih besar.
Oleh karena itu, mereka menyerukan perlindungan yang lebih kuat dari pemerintah dan penegakan hukum yang tegas untuk memastikan bahwa aktivitas tambang dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. (*/Shofia)