Buleleng, gemasulawesi - Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra memberikan pernyataan resmi setelah kabar menghebohkan mengenai ratusan siswa SMP di wilayahnya yang belum bisa membaca mencuat ke publik.
Informasi ini pertama kali diungkap oleh Dewan Pendidikan Buleleng yang menyebutkan bahwa lebih dari 360 siswa SMP mengalami kesulitan dalam membaca.
Temuan ini tentu memunculkan keprihatinan sekaligus pertanyaan besar mengenai kualitas pendidikan di daerah tersebut.
Sebagai bentuk tanggapan cepat, I Nyoman Sutjidra langsung membentuk tim khusus untuk menyelidiki persoalan ini lebih dalam.
Baca Juga:
21.813 Orang Terdaftar sebagai Peserta UTBK Tahun 2025 di Universitas Hasanuddin Makassar
Tim tersebut terdiri dari guru, guru bimbingan konseling, serta psikolog yang akan bekerja sama untuk menelusuri penyebab utama masih adanya siswa SMP yang belum bisa membaca dengan baik.
Langkah ini diambil menyusul rekomendasi dari Dewan Pendidikan Buleleng yang meminta adanya penanganan serius terhadap kasus ini.
"Sudah (buat tim) jadi setelah mendapatkan rekomendasi dari Dewan Pendidikan Buleleng langsung bergerak membentuk tim dari guru, guru bimbingan konseling, dan psikolog, jadi untuk mencari tahu apa penyebabnya," jelas I Nyoman Sutjidra pada Jumat 18 April 2025.
Rencananya, tim yang telah dibentuk akan melaksanakan asesmen terhadap para siswa yang teridentifikasi belum bisa membaca.
Melalui asesmen ini, diharapkan dapat diketahui secara lebih pasti faktor-faktor yang menghambat kemampuan literasi dasar mereka.
Asesmen ini dinilai penting agar penanganan bisa dilakukan secara tepat sasaran dan tidak keliru dalam metode maupun pendekatannya.
I Nyoman Sutjidra menyadari bahwa anak-anak usia belasan tahun yang belum bisa membaca membutuhkan metode pembelajaran yang berbeda dari siswa lain pada umumnya.
Namun sebelum mengambil langkah konkret, ia menilai penting untuk memahami terlebih dahulu kondisi psikologis dan intelektual siswa yang bersangkutan.
Menurutnya, ada kemungkinan beberapa dari siswa tersebut memiliki IQ di bawah rata-rata atau termasuk dalam kategori kebutuhan khusus, namun tetap masuk dalam sekolah formal.
Banyak pihak menanti hasil dari penelusuran tersebut untuk melihat sejauh mana pemerintah daerah mampu mengatasi persoalan mendasar dalam dunia pendidikan.
Masalah literasi dasar seperti kemampuan membaca di usia remaja tentu menjadi perhatian serius, terutama dalam era di mana pendidikan menjadi fondasi utama pembangunan daerah dan sumber daya manusia. (*/Risco)