Internasional, gemasulawesi – Seorang anak Palestina tewas pada hari Rabu pagi, tanggal 19 Februari 2025 waktu setempat oleh pasukan penjajah Israel di daerah al-Matar, timur Rafah, selatan Jalur Gaza.
Sumber-sumber medis mengumumkan bahwa jumlah korban tewas di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 48.291 orang dengan sebagian besar di antaranya adalah anak-anak dan wanita sejak dimulainya agresi penjajah Israel di bulan Oktober 2023.
Di sisi lain, Hamas mengusulkan semua tawanan yang masih berada di Jalur Gaza sekaligus sebagai ganti gencatan senjata abadi dan penarikan penuh tentara penjajah Israel dari wilayah Jalur Gaza.
Dalam sebuah pernyataan pada tanggal 19 Februari 2025 waktu setempat, juru bicara Hamas, Hazem Qassem, menguraikan visi Hamas untuk tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata yang mencakup pertukaran yang diusulkan.
Baca Juga:
Penjajah Israel Menyerbu Halaman Masjid Al Aqsa di bawah Perlindungan Pasukan Penjajah Israel
“Kami siap untuk tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata di mana para tahanan akan dipertukarkan sekaligus dengan kriteria tercapainya kesepakatan yang mengarah pada gencatan senjata permanen dan penarikan penuh dari Jalur Gaza,” katanya.
Hamas juga menolak seruan penjajah Israel agar penjajah Israel melucuti senjatanya dan mengusirnya dari Jalur Gaza.
Dia menambahkan syarat pendudukan untuk mengusir Hamas dari Jalur Gaza adalah perang psikologis yang tidak masuk akal dan penarikan atau pelucutan senjata perlawanan dari Jalur Gaza tidak dapat diterima.
Dia juga menanggapi keputusan Hamas untuk menambah jumlah tawanan yang akan dibebaskan selama pertukaran tawanan berikutnya pada hari Sabtu dari 3 menjadi 6.
Baca Juga:
Penjajah Israel Menyerang Rumah dan Properti Warga Palestina di Provinsi Nablus
Keputusan itu diumumkan oleh pemimpin Hamas, Khalil al-Hayya, sehari sebelumnya dalam upaya yang tampaknya dilakukan untuk mempercepat pelaksanaan tahap kedua kesepakatan itu.
“Penggandaan jumlah tahanan yang akan dibebaskan dilakukan sebagai respons atas permintaan mediator dan untuk membuktikan keseriusan kami dalam melaksanakan semua ketentuan perjanjian,” ungkapnya.
Usulan itu muncul setelah Donald Trump menentang pembebasan bertahap setiap minggu terhadap tawanan yang diambil dari penjajah Israel dan setelah keluarga dari mereka yang tersisa di Jalur Gaza menyerukan agar mereka semua dibebaskan bersama-sama. (*/Mey)