Kupas tuntas, gemasulawesi – Son of Saul adalah sebuah karya film yang mampu menggetarkan hati dan pikiran penontonnya.
Di balik layar, László Nemes bersama dengan Clara Royer, menciptakan naskah yang menggugah dan menyentuh.
Sebagai debut film panjangnya, Nemes telah membuktikan bakat luar biasanya dalam menghasilkan sebuah film yang mengambil alih perasaan dan emosi penonton.
Tidaklah mengherankan bahwa karya ini berhasil memenangkan Grand Prix di Festival Film Cannes dan meraih penghargaan Film Asing Terbaik sebagai perwakilan Hungaria di Academy Awards ke-88.
Dalam latar kamp konsentrasi Auschwitz, Polandia pada masa Perang Dunia II Son of Saul membawa penontonnya kepada peristiwa-peristiwa yang mengejutkan.
Namun, film ini tak hanya sekadar mengangkat tragedi Holocaust, tetapi juga mengupas sisi kemanusiaan yang mendalam.
Dengan penampilan akting yang luar biasa dan sinematografi yang brilian, Son of Saul menjadi sebuah karya yang menciptakan lapisan kemanusiaan di tengah horor yang ada.
Mátyás Erdély sinematografer film ini dengan cermat menangkap gambar-gambar yang menggambarkan karakter.
Melalui teknik tracking shot yang digunakan, penonton seolah menjadi satu dengan tokoh utama.
Ini adalah cara yang tepat untuk memerankan kisah perjuangan tokoh utama selama hampir sehari penuh.
Satu hal yang mencolok dari Son of Saul adalah aspek visualnya yang menggunakan rasio 1.372:1.
Tampilan layar yang sempit memberikan kesan menyempit, seolah mencerminkan ketidakpastian dan tekanan yang dialami karakter.
Rasio ini juga memberikan sentuhan klasik pada film, dengan tepian layar yang bulat.
Kamera film dengan intensitas yang kuat menggambarkan Saul Ausländer diperankan oleh Géza Röhrig dalam momen-momen awal.
Ia menggiring para tahanan menuju kamar gas, menyaksikan eksekusi, dan bahkan membersihkan ruangan dari bekas darah tahanan.
Saul seorang anggota Sonderkommando, memiliki tugas khusus dalam proses pembakaran mayat.
Ia adalah saksi bisu dari kekejaman yang tak terbayangkan.
Namun, di tengah semua kekejaman itu, Saul menemukan seorang bocah laki-laki yang masih bernafas.
Inilah momen di mana tema kemanusiaan Son of Saul menjadi sangat terasa.
Saul berusaha menguburkan bocah itu dengan layak, seolah ia adalah putranya sendiri.
Performa akting Géza Röhrig dalam peran ini membawanya hidup dengan sangat kuat.
Ia mampu menggambarkan kesedihan dan kehampaan karakternya tanpa sepatah kata pun.
Son of Saul tidak hanya sekadar berbicara tentang Holocaust, melainkan tentang kemanusiaan di tengah kegelapan.
Ia memandu kita melalui perjalanan Saul yang penuh perjuangan dan pengorbanan, mengeksplorasi sisi-sisi kemanusiaan yang mungkin terpendam dalam kondisi ekstrem.
Karya ini menjadi bukti bahwa di tengah kegelapan, cahaya kemanusiaan tetap bersinar, mengingatkan kita akan pentingnya memperlakukan sesama manusia dengan kasih sayang dan penghormatan. (*/CAM)
Editor: Muhammad Azmi Mursalim
Ikuti Update Berita Terkini Gemasulawesi di: Google News