Nasional, gemasulawesi – Sebelum munculnya Koalisi Indonesia Maju dan Koalisi Perubahan serta Koalisi PDI-P seperti sekarang ini, terdapat koalisi besar yang digagas Presiden Jokowi.
Hari ini, tanggal 2 November 2023, Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta, mengisahkan bagaimana koalisi besar tersebut akhirnya gagal terbentuk di pertengahan tahun 2023 ini.
Anis Matta mengakui jika dia awalnya mengusulkan kepada Presiden Jokowi untuk mengajak Prabowo Subianto di tahun 2019.
Anis Matta menyatakan saat bergabungnya Prabowo Subianto ke kabinet Jokowi di tahun 2019 itu sebagai peristiwa yang luar biasa karena seperti yang diketahui masyarakat, keduanya merupakan lawan politik yang telah bertarung 2 kali di pemilu.
“Hal ini karena keduanya sama-sama menghadapi perbedaan pemikiran dari para pendukungnya,” ujarnya.
Anis melanjutkan jika rekonsiliasi yang terjadi antara Jokowi dan Prabowo Subianto di tahun 2019 tersebut telah membawa berkah bagi masyarakat Indonesia.
Sebab, menurutnya, pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia di tahun 2020.
“Tidak terbayangkan jika keduanya masih berseberangan,” imbuhnya.
Anis membeberkan jika Jokowi dan Prabowo Subianto masih belum ‘rujuk’, maka oposisi akan memanfaatkan situasi pandemi sebagai alat untuk menjatuhkan pemerintah dan kemungkinannya sangat besar.
Baca: Koleksi Kuda Mewah Prabowo Subianto: Mengungkap Hobi Unik Capres di Pilpres 2024
Kemudian di bulan Februari 2023, Anis mengakui bertemu dengan Jokowi dan saat itu dia memberi usul kepada Jokowi untuk melanjutkan rekonsiliasinya yang dapat dilakukan dengan cara mewariskan suatu koalisi besar di pemilu 2024.
“Namun, saat itu NasDem telah mendeklarasikan Anies Baswedan,” ujarnya.
Jokowi lantas setuju untuk mempertahankan rekonsiliasi dengan ide koalisi besar dan mengatakan kepada Anis jika ini merupakan ide yang luar biasa.
Baca: Jejak Silsilah Keluarga Prabowo Subianto: Kiprah Cucu Pendiri BNI dalam Perjalanan Hidupnya
“Namun, mendadak PDI-P mendeklarasikan Ganjar sebagai capres,” ucapnya.
Anis membeberkan jika dia kemudian bertanya kepada Jokowi bagaimana nasib dari koalisi besar tersebut karena sebelumnya PDI-P termasuk sebagai salah satu pihak yang akan diajak bergabung.
Menurut Anis mungkin PDI-P memiliki pertimbangan sendiri mengenai hal ini.
“Saya lantas mengusulkan kepada Pak Jokowi untuk tidak memaksakan pasangan calon di pilpres 2024 hanya menjadi 2,” tuturnya.
Anis menerangkan alasannya melakukan itu adalah karena koalisi di dalam pemerintahan saja telah pecah dan akan sulit mewujudkan ide koalisi besar tersebut. (*/Mey)