Nasional, gemasulawesi - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) turut menyoroti usulan Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) terkait pembatalan disertasi Bahlil Lahadalia.
Keputusan ini muncul setelah DGB UI melakukan sidang etik lanjutan dari pembekuan gelar doktor Menteri ESDM tersebut.
Dalam risalah rapat pleno yang beredar, DGB UI menyatakan bahwa Bahlil Lahadalia harus mengulang disertasinya.
DGB UI menemukan bahwa disertasi Bahlil diduga melanggar empat standar akademik UI. Salah satu poin utama yang disoroti adalah adanya dugaan konflik kepentingan dengan promotor dan ko-promotor.
Selain itu, metode pengambilan data dalam disertasi tersebut dinilai tidak memenuhi prinsip kejujuran akademik.
Kendati demikian, keputusan dari DGB UI bersifat rekomendasi, sehingga pembatalan gelar doktor sepenuhnya berada di tangan rektor UI.
Meskipun disertasinya direkomendasikan untuk dibatalkan, Bahlil tetap punya kesempatan untuk menulis ulang dengan topik baru yang sesuai dengan standar akademik UI.
Langkah ini diharapkan dapat menjaga integritas akademik dan memastikan bahwa semua tugas akhir di UI memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh institusi tersebut.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar M. Simatupang, menilai bahwa usulan DGB UI sudah sesuai dengan prinsip akademik yang benar.
Ia menekankan bahwa tindakan korektif yang diambil merupakan langkah yang prosedural, proporsional, dan solutif.
"Tindakan korektif sudah tepat, karena prosedural, proporsional, dan solutif, yang memberikan kepastian keputusan," ujar Togar pada Senin, 3 Maret 2025.
Togar menambahkan bahwa UI sebagai institusi pendidikan yang memiliki otonomi, memang sudah sewajarnya melakukan tindakan korektif seperti ini.
Menurutnya, langkah tersebut mencerminkan komitmen UI dalam menjaga integritas akademik, martabat universitas, serta penjaminan mutu pendidikan tinggi.
Selain itu, Togar juga menyarankan agar UI memperbaiki sistem dan prosedur akademik secara menyeluruh.
Ia menilai bahwa institusi pendidikan tinggi perlu memiliki mekanisme pencegahan yang lebih baik agar kasus serupa tidak terjadi lagi di masa depan.
Di samping itu, menurutnya, UI harus melakukan perbaikan secara berkesinambungan dan kolektif. Langkah ini termasuk dalam upaya meningkatkan tata kelola program doktor yang lebih kredibel dan transparan.
Dengan demikian, UI dapat terus mempertahankan reputasinya sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi terbaik di Indonesia. (*/Risco)