Nasional, gemasulawesi - Wacana mengenai pemiskinan keluarga koruptor kembali menjadi sorotan setelah Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyampaikan pandangannya dalam wawancara dengan enam jurnalis di kediamannya di Hambalang, Jawa Barat, pada Minggu 6 April 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden menyatakan bahwa aset milik koruptor memang sepatutnya disita oleh negara sebagai bentuk hukuman dan upaya memulihkan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.
Namun, Presiden Prabowo juga menekankan bahwa pendekatan dalam pemiskinan harus dilakukan dengan kehati-hatian, terutama jika menyangkut keluarga dari pelaku korupsi.
Ia mempertanyakan keadilan apabila anak atau istri koruptor ikut merasakan dampaknya, terlebih jika aset yang dimiliki sudah ada sebelum pelaku menjabat sebagai pejabat negara.
"Kita harus adil kepada anak dan istrinya (pelaku korupsi). Kalau ada aset yang sudah milik dia, sebelum dia menjabat, ya nanti para ahli hukum suruh membahas apakah adil anaknya menderita juga? Karena dosa orang tua sebenarnya kan tidak boleh diturunkan ke anaknya," jelas Presiden Prabowo.
Pernyataan Presiden tersebut pun ditanggapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menjelaskan bahwa isu atau wacana pemiskinan keluarga koruptor memang membutuhkan diskusi yang mendalam sebelum diimplementasikan.
Ia menegaskan bahwa KPK secara prinsip mendukung langkah Presiden dalam hal pemiskinan terhadap para koruptor, sebagai bentuk efek jera dan upaya pemberantasan korupsi secara lebih serius.
"Tentu perlu ada diskusi lebih lanjut, tetapi secara umum KPK mendukung Presiden Prabowo dalam rangka pemiskinan koruptor," tegas Tessa, pada Rabu 9 April 2025.
Lebih lanjut, Tessa juga menyampaikan bahwa meskipun semangat untuk memiskinkan pelaku korupsi mendapat dukungan luas dari masyarakat dan lembaga penegak hukum, pelaksanaannya tidak boleh sembarangan.
Ia menekankan pentingnya membedakan mana aset yang memang hasil tindak pidana korupsi dan mana yang bukan, agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak keluarga yang tidak terlibat.
Tessa pun mengingatkan bahwa ide besar ini perlu dituangkan ke dalam kerangka hukum yang jelas agar dapat dilaksanakan dengan adil dan tepat sasaran.
Menurutnya, seluruh proses ini membutuhkan keterlibatan seluruh elemen hukum negara, mulai dari yudikatif, eksekutif, hingga legislatif, guna menyusun undang-undang yang komprehensif dan tidak melanggar hak asasi manusia.
"Undang-undangnya seperti apa nanti? Kita perlu ada pembahasan para penegak hukum dalam hal ini dari sisi yudikatif, lalu dari sisi eksekutif, dan tentunya legislatif. Akan tetapi, secara nilai, KPK mendukung pemiskinan koruptor," sambung Tessa.
Dengan adanya pernyataan dari Presiden dan respons dari KPK, wacana pemiskinan koruptor ini diprediksi akan menjadi perdebatan publik yang cukup luas. (*/Risco)