Diduga Terlibat Kasus Pemerasan dan Gratifikasi terhadap Direktur PT AOBI hingga Rp3,4 Miliar, Eks Pegawai BPOM Ditetapkan sebagai Tersangka

Bareskrim Polri menetapkan mantan pegawai BPOM sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi. Source: Foto/ilustrasi/Pexels

Nasional, gemasulawesi - Kabar mengejutkan datang dari mantan pegawai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berinisial SD, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi. 

SD diduga melakukan tindakan pemerasan dan gratifikasi terhadap direktur PT AOBI, FK, dengan nilai total mencapai Rp3,49 miliar.

Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa dugaan pemerasan dan gratifikasi ini berlangsung selama periode 2021 hingga 2023. 

Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri, Kombes Pol Arief Adiharsa, menyatakan bahwa dalam kurun waktu tersebut, SD diduga berulang kali meminta uang kepada FK, yang akhirnya merasa tertekan dan menyerahkan uang sesuai permintaan SD. 

Baca Juga:
Terlibat Cekcok, Aksi Oknum Staf PN Depok Todongkan Airsoft Gun kepada Warga Viral di Media Sosial, Polisi Lakukan Penyelidikan

"Diduga, FK memberikan uang kepada SD karena adanya permintaan berulang kali dari SD," ungkap Kombes Pol Arief Adiharsa dalam pernyataan tertulisnya, dikutip pada Selasa, 13 Agustus 2024.

Lebih lanjut, Arief menjelaskan rincian jumlah uang yang diterima oleh SD. 

Sebanyak Rp1 miliar diduga digunakan untuk menggulingkan Kepala BPOM, Rp967 juta diterima SD melalui rekening atas nama DK, Rp1,178 miliar masuk langsung ke rekening SD, dan tambahan Rp350 juta diserahkan secara tunai untuk mengurus sidang PT AOBI oleh BPOM. 

Jumlah total gratifikasi yang diterima oleh SD mencapai Rp3,49 miliar, yang mencerminkan betapa besar pengaruh dan kekuasaan yang disalahgunakan oleh SD selama menjabat di BPOM.

Baca Juga:
Diduga Lakukan Pungli! Pria Ini Ngamuk Usai Diminta Biaya Tambahan Setiap Mengisi BBM Pertamax di Salah Satu SPBU Kawasan Sanglah Bali

Penetapan SD sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik memperoleh cukup bukti selama proses penyidikan. 

Arief menyatakan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama penyidikan, kecukupan alat bukti, serta hasil gelar perkara yang dilakukan pada 24 Juni 2024. 

"Penetapan tersangka terhadap SD dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh selama penyidikan, serta kecukupan alat bukti dan hasil gelar perkara," jelas Arief.

Dalam upaya memperkuat kasus ini, penyidik telah memeriksa berbagai saksi dan ahli. Sebanyak 28 saksi diperiksa, terdiri dari 17 saksi dari BPOM, 8 saksi dari sektor swasta, dan 3 saksi dari instansi lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan perbankan. 

Baca Juga:
Gantikan Yakobus Manu, Zainal Ahmad Resmi Menjabat Ketua Pengadilan Negeri Parigi Moutong

Selain itu, penyidik juga meminta keterangan dari dua saksi ahli di bidang pidana dan bahasa. 

Penyidik berhasil menyita barang bukti berupa uang tunai senilai Rp1,3 miliar serta 65 dokumen lainnya yang terkait dengan kasus ini.

BPOM juga telah mengambil langkah internal dengan memeriksa SD dan menjatuhkan sanksi disiplin. 

SD didemosikan dari jabatannya sebagai Kepala Besar BPOM Bandung dan dipindahkan menjadi Pelaksana di Balai Besar BPOM Tarakan. 

Baca Juga:
Pada Periode Agustus 2024, Pemprov Sulbar Menetapkan Harga Tandan Buah Segar Sawit Petani Sebesar 2595,83 Rupiah per Kilogram

Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya BPOM untuk menunjukkan bahwa mereka tidak akan mentolerir tindakan korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan di lingkungannya.

Tersangka SD kini menghadapi ancaman hukuman berdasarkan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. 

Selain itu, ia juga dijerat dengan Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukuman ini menunjukkan bahwa pelanggaran yang dilakukan SD tidak hanya berdampak pada individu atau institusi tertentu, tetapi juga merugikan negara secara keseluruhan.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan mantan pejabat di lembaga yang memiliki tanggung jawab besar dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia. 

Baca Juga:
Diikuti 60 Pelaku UMKM di Mamuju agar Memahami LKPM Secara Online, DPMPTSP Provinsi Sulawesi Barat Laksanakan Pelatihan

Masyarakat berharap agar proses hukum terhadap SD dapat berjalan dengan transparan dan adil, sehingga memberikan kejelasan atas tindakan-tindakan yang merugikan negara dan masyarakat. 

Kejadian ini juga menjadi pengingat akan pentingnya integritas dan pengawasan yang ketat di lembaga-lembaga pemerintah untuk mencegah praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. (*/Shofia)

Bagikan: