Nasional, gemasulawesi - Kasus peretasan server pulsa provider Smartfren baru-baru ini menghebohkan dunia maya dan menjadi salah satu kasus cybercrime yang signifikan.
Terungkap bahwa seorang pria berinisial SH (28) diduga terlibat dalam peretasan ini, yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan sebesar Rp350 juta.
Peretasan ini terjadi pada rentang waktu antara 25 Juni hingga 10 Juli 2024, di mana transaksi topup pulsa yang tidak biasa secara berturut-turut ditemukan dalam periode tersebut.
Pihak PT Smartfren Telecom mulai mencurigai adanya aktivitas anomali saat Tim Network Operation Center (NOC) perusahaan menemukan transaksi yang tidak sesuai dengan pola normal.
Aktivitas tersebut menunjukkan adanya manipulasi data yang mengakibatkan kerugian finansial yang cukup besar bagi perusahaan.
Kejadian ini memicu tindakan penyelidikan internal yang akhirnya dilaporkan ke pihak kepolisian.
Menindaklanjuti laporan yang diterima, Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya segera melakukan penyelidikan mendalam.
Baca Juga:
Paritrana Award 2023, Kabupaten Parigi Moutong Mendapatkan 2 Kategori Nominasi
Proses investigasi dimulai dengan mengumpulkan bukti-bukti terkait aktivitas peretasan, termasuk jejak digital dan log akses ke server pulsa Smartfren.
Dari sini, penyidik mengidentifikasi SH sebagai tersangka utama berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan, termasuk credential login yang diperoleh secara tidak sah.
Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, mengungkapkan bahwa pihak kepolisian berhasil mengumpulkan dua alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi dan data digital.
Kedua bukti ini yang akhirnya digunakan untuk mendukung penetapan SH sebagai tersangka.
Dengan bukti ini, gelar perkara dilakukan untuk memastikan kebenaran dari tuduhan terhadap SH.
"Jadi berdasarkan dua alat bukti yang sah yang kami terima, yaitu keterangan saksi dan jejak digital terkait log akses ke server eload PT. Smartfren Telecom serta kredensial login yang diperoleh, maka akan dilakukan gelar perkara untuk menentukan status pelaku sebagai tersangka," terang Ade Safri.
SH kini dijerat dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang terakhir diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2024.
Pasal-pasal yang dikenakan meliputi Pasal 30 ayat (1) jo Pasal 46 ayat (1), Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 48 ayat (1), serta Pasal 35 jo Pasal 51 ayat (1).
Hukuman yang diancamkan bagi pelanggaran ini termasuk pidana penjara dan denda yang berat, sesuai dengan dampak besar yang ditimbulkan oleh peretasan ini terhadap perusahaan dan kepercayaan publik. (*/Shofia)