Nasional, gemasulawesi - Para pekerja migran ilegal yang hendak diberangkatkan ke Kamboja melalui Bandara Soekarno-Hatta teridentifikasi sebagai calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang tidak memiliki dokumen resmi.
Mereka datang dari berbagai daerah dan umumnya ditawari pekerjaan melalui aplikasi media sosial.
Tawaran pekerjaan yang dijanjikan kepada mereka termasuk sebagai karyawan perusahaan, pramusaji restoran, dan posisi lain yang sering kali terkait dengan industri yang memerlukan tenaga kerja di luar negeri.
Dalam pengakuan mereka, para CPMI ilegal ini mengaku telah menerima tawaran pekerjaan melalui aplikasi Telegram dan dijanjikan pekerjaan yang sah di Kamboja.
Namun, ketika diperiksa, mereka tidak bisa menunjukkan dokumen yang diperlukan untuk bekerja di luar negeri, seperti visa atau kontrak kerja resmi.
Para pekerja migran ini tampaknya menjadi korban penipuan yang memanfaatkan kebutuhan mereka akan pekerjaan di luar negeri.
Dalam keterangan pers-nya pada Senin, 16 September 2024, Petugas Polresta Bandara Soekarno-Hatta mengungkap pihaknya telah melakukan tindakan tegas untuk menggagalkan keberangkatan mereka.
Operasi pencegahan ini dilaksanakan berdasarkan informasi dari masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan di bandara.
Dalam operasi tersebut, polisi berhasil mengamankan 14 CPMI ilegal di berbagai lokasi bandara, mulai dari Terminal 2 hingga Terminal 3.
Selain itu, dua pria, MZ dan PJ, yang diduga sebagai agen pengiriman para pekerja migran tersebut, juga ditangkap.
Kompol Reza Fahlevi, Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta, menjelaskan bahwa para CPMI ilegal ini ditangkap pada berbagai hari dan waktu, dengan beberapa di antaranya diamankan pada 11 September, 13 September, dan 14 September 2024.
Para tersangka pengirim ditahan dengan barang bukti berupa paspor dan boarding pass yang menunjukkan rute penerbangan ke Kamboja.
Dalam kasus ini, MZ dan PJ kini menghadapi tuntutan hukum sesuai dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia serta Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 yakni tentang TPPO atau Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Mereka terancam hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda mencapai Rp15 miliar.
Sementara itu, para CPMI ilegal yang diamankan telah dipulangkan ke daerah asal mereka, dan kasus ini menjadi pelajaran penting mengenai bahaya penipuan dalam perekrutan tenaga kerja internasional. (*/Shofia)