Nasional, gemasulawesi - Politikus Partai Demokrat, Andi Arief, turut menyoroti kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Kasus ini menjadi perhatian publik setelah Kejaksaan Agung mengungkap bahwa dugaan korupsi tersebut diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun dalam periode 2018–2023.
Pengungkapan kasus ini mendapat beragam respons dari masyarakat, termasuk dari kalangan politisi. Besarnya nilai kerugian yang disebutkan Kejaksaan Agung menimbulkan kekhawatiran di berbagai pihak, salah satunya Andi Arief.
Ia menyoroti bahwa dalam beberapa kasus korupsi sebelumnya, angka kerugian negara yang ditetapkan Kejaksaan Agung sering kali tidak terbukti di pengadilan.
Hal ini, menurutnya, dapat menimbulkan pertanyaan mengenai akurasi perhitungan yang dilakukan dalam tahap penyelidikan awal.
Dalam cuitan di akun X resminya, @Andiarief__, pada Rabu, 26 Februari 2025, Andi Arief mengungkapkan harapannya agar dugaan kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun dalam kasus ini benar-benar dapat dibuktikan saat persidangan.
Ia menekankan bahwa sering kali perhitungan kerugian negara hanya berdasarkan asumsi dan keterangan ahli yang diajukan oleh kejaksaan, namun ketika kasus berlanjut ke persidangan, fakta yang terungkap bisa berbeda.
"Dalam kasus korupsi. Kejaksaan sering menetapkan kerugian negara berdasar asumsi dan keterangan ahli. Dugaan korupsi sangat besar, saat sidang pengadilan yang terbukti sebaliknya. Mudah2an kasus ini bisa dibuktikan," tulis Andi Arief, sembari mengunggah ulang berita terkait kasus korupsi minyak Pertamina yang baru-baru ini terjadi.
Komentar tersebut menambah diskusi publik mengenai kasus ini, terutama terkait transparansi dan akurasi dalam perhitungan dugaan kerugian negara dalam kasus korupsi besar.
Beberapa pihak menilai bahwa pengungkapan angka kerugian yang fantastis memang diperlukan untuk menunjukkan skala permasalahan, namun harus tetap disertai dengan bukti yang kuat agar tidak menimbulkan spekulasi atau ketidakpercayaan terhadap lembaga penegak hukum.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa apabila angka kerugian negara yang besar tidak dapat dibuktikan di pengadilan, maka hal itu dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Dengan perkembangan kasus ini yang masih terus berjalan, publik kini menunggu bagaimana proses hukum akan berlangsung dan apakah bukti-bukti yang dikumpulkan dapat membuktikan dugaan kerugian negara yang sangat besar tersebut. (*/Risco)