Bola, gemasulawesi – Barcelona menatap situasi yang akrab setelah peluit penuh waktu di Spotify Camp Nou pada Kamis dini hari ketika melawan Real Madrid.
Setelah menuju leg kedua semifinal Copa del Rey dengan keunggulan 1-0, mereka malah gagal memanfaatkan peluang dan kalah telak 0-4.
Mengingat sejarah Los Blaugrana baru-baru ini di leg kedua pada kompetisi apa pun, beberapa orang mungkin sudah mengantisipasi hasilnya.
Menengok ke masa lalu, penampilan Barcelona di pertandingan leg kedua tidak pernah semenarik ini.
1. Dihantui oleh masa lalu
Kembali pada April di musim 2017/2018 lalu, ketika itu Barcelona tersingkir dari perempat final Liga Champions UEFA di tangan AS Roma.
Los Blaugrana sebetulnya telah unggul 4-1 dari Roma dalam leg satu, tetapi secara luar biasa Giallorossi bisa melakukan comeback yang impresif di leg dua dengan skor 3-0.
Hal itu membuat mereka unggul dengan gol tandangnya dan menyingkirkan Barcelona.
Sejarah Barcelona tercomeback juga diciptakan oleh Liverpool, yang bangkit dari ketertinggalan 3-0 dari Barcelona kemudian mereka bisa memenangkan pertandingan dengan 4-0 (agregat 4-3) di leg kedua.
Baca: Berhasil Comeback, Manchester United Lolos 16 Besar Liga Eropa
Setelah sekian lama, orang mungkin berharap Barcelona belajar dari kesalahan mereka.
Dimana tim dengan tampilan baru, di bawah manajer baru ada. Mereka di La Liga bahkan bisa menjadi pemimpin dari klasemen.
Tapi patut diketahui juga Barca kalah dari Eintracht Frankfurt di leg kedua quarter final pada Liga Eropa UEFA musim lalu.
Kalah dari Manchester United di leg kedua playoff sistem gugur musim ini, dan menghadapi bencana leg kedua lainnya dari Real Madrid.
Hal itu bukan tanda jika Barcelona belum membaik. Lagi pula, sebelum pertandingan di leg 2 semifinal Copa del Rey.
Sebelumnya mereka mampu mengalahkan Real Madrid, dalam tiga kesempatan berturut-turut tetapi mereka tidak dapat mengulangi prestasi tersebut pada saat yang paling penting.
Sepertinya hantu di masa lalu terus menghantui tim, meski saat ini ada perbaikan ke arah yang positif.
2. Pemain Barcelona Rutin Cedera
Barcelona merindukan serta butuh adanya Pedri, de Jong dan Dembele ketika melawan Real Madrid.
Cedera juga kemungkinan memainkan peran besar dalam tersingkirnya Barcelona dari kompetisi piala musim ini.
Seperti halnya ketika di UCL (Liga Champions). Melawan Inter Milan pada matchday ke-4 di penyisihan grup Liga Champions.
Barcelona membutuhkan kemenangan, tetapi absennya Ronald Araujo, Jules Kounde, dan Andreas Christensen memainkan perannya serta berpengaruh saat pertandingan berakhir imbang 3-3.
Selanjutnya ketika melawan Manchester United di leg kedua pertandingan Liga Eropa UEFA, Pedri dan Ousmane Dembele juga tidak tersedia karena cedera.
Sekarang saat Real Madrid membantai Barca sebagai tim kesayangan mereka, para pemain seperti Dembele, Frenkie de Jong, Pedri, dan Christensen juga tidak bisa berbuat apa-apa, selain hanya menonton.
Apakah hasil pertandingan akan berbeda, jika Barcelona memiliki lini tengah yang lebih baik? Mungkin bisa demikian.
Tapi apa yang telah terjadi telah terjadi dan seperti yang dikatakan Xavi setelah pertandingan , saatnya bagi Barcelona untuk melakukan pembalasan pada La Liga.
3. Kurangnya kontrol dan identitas
Barcelona jauh dari diri mereka yang biasa pada pertandingan El Classico kali ini. Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa secara statistik, Los Blaugran adalah tim yang lebih baik,
Setelah menikmati 53% penguasaan bola, mencoba lebih banyak tembakan ke gawang dengan total 11 tembakan daripada Madrid yang cuma 9.
Serta juga memaksa lawan mereka, untuk melakukan lebih banyak penyelamatan (5), tetapi sepak bola adalah permainan gol.
Sisi Real Madrid lah yang dapat memaksimalkan peluang dan secara efektif dalam mencetak empat gol.
Meski lebih dominan penguasaan bola, Barcelona tidak mampu mengontrol alur permainan.
Seperti Raphinha tak mampu memaksimalkan peluang yang ada. Sergio Busquets juga tidak bisa mengontrol permainan.
Raphinha yang tidak bisa melewati Eduardo Camavinga, pada akhirnya digantikan oleh Ferran Torres, tetapi dia juga tidak melakukan sesuatu yang lebih baik.
Sergio Busquets, di sisi lain, melewatkan banyak operan dan meskipun Franck Kessie lebih baik dari yang lain di periode pembukaan, dia tidak dapat mengulangi pertunjukan setelah restart.
Pada dasarnya dalam laga ini, Barcelona kembali ke tidak memiliki pemain berkualitas seperti Pedri dan de Jong yang berada di lapangan, dimana menjadikan tidak adanya sosok yang memberikan rasa kontrol dan ketenangan di bagian tengah.
Secara keseluruhan, itu adalah kegagalan tim dan tidak hanya bisa menyalahkan pada satu orang saja. Karena sebagai kesebelasan, semuanya terlibat dalam kegagalan dan kekalahan pahit itu. (*/Anisa)
Editor: Muhammad Azmi Mursalim
Ikuti Update Berita Terkini Gemasulawesi di : Google News