Madura, gemasulawesi - Sebuah video yang menampilkan seorang anak perempuan berusia 12 tahun bertunangan dengan seorang pria duda berusia 27 tahun di Madura telah menjadi viral dan memicu reaksi luas dari masyarakat.
Insiden di Madura ini menyoroti praktik pernikahan anak yang masih terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, meskipun telah dilarang secara hukum.
Dalam video yang beredar luas, terlihat seorang gadis kecil mengenakan gamis merah dan jilbab hitam, berdiri di antara sejumlah wanita dewasa yang sepertinya menghadiri acara tersebut.
Para wanita dewasa itu memberikan amplop dan uang kepada gadis tersebut, bahkan beberapa uang dimasukkan ke dalam kresek hitam yang dipegangnya.
Baca Juga:
Melangkah ke Warisan Budaya Jawa dengan Menyelusuri Keunikan Museum Radya Pustaka di Surakarta
Situasi ini menunjukkan bahwa acara tersebut tidak hanya merupakan sebuah pernikahan, tetapi juga melibatkan pertukaran uang yang kemungkinan merupakan bagian dari tradisi setempat.
Pengunggah video tersebut menulis keterangan yang menyatakan bahwa gadis berusia 12 tahun itu telah bertunangan dengan seorang duda berusia 27 tahun, menyebabkan kehebohan di media sosial.
“Tunangan anak umur 12 tahun sama duda 27 tahun anak satu,” tulis keterangan dalam video, sebagaimana terlihat dalam unggahan ulang di akun Instagram @psnews.id.
Hal ini menyoroti perbedaan budaya yang masih ada di beberapa daerah di Indonesia, di mana tradisi dan nilai-nilai lokal sering kali mendominasi dalam hal-hal seperti pernikahan.
Madura, pulau yang terletak di sebelah utara Jawa Timur, dikenal dengan kekayaan budaya dan tradisinya yang khas.
Meskipun Indonesia secara keseluruhan telah mengesahkan undang-undang yang menetapkan usia minimum untuk menikah (yaitu 19 tahun untuk perempuan dan laki-laki), implementasi undang-undang tersebut tidak selalu konsisten di seluruh wilayah, terutama di daerah pedesaan atau yang memiliki kekentalan nilai-nilai adat yang kuat.
Reaksi dari masyarakat terhadap video ini bervariasi.
“Dia ga tau apa apa. Kasihan masa bermain dan belajarnya,” tulis akun @dik***.
Sebagian besar mengutuk praktik ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak dan mengingatkan bahwa perlindungan terhadap anak-anak harus menjadi prioritas utama.
“Ini Dinas Perlindungan Anak setempat ke mana?” tulis akun @ris***.
Namun, ada juga suara dari kalangan masyarakat lokal yang mempertahankan tradisi tersebut sebagai bagian dari identitas budaya mereka. Mereka berpendapat bahwa tradisi seperti ini merupakan bagian dari nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi dan tidak boleh diintervensi secara terlalu drastis.
“Di Madura sudah biasa, Mbak, karena orang Madura lebih memikirkan akhirat dan paling tidak suka melihat anaknya berzina. Jadi lebih baik ditunangkan secara dini atau pun kalau anaknya sudah matang tetapi umurnya belum cukup tetap dinikahi, kalau keluarganya kental agama,” komentar akun @nts***. (*/Shofia)