Batam, gemasulawesi - Sejumlah perusahaan yang telah berinvestasi di Batam selama puluhan tahun menghadapi ketidakpastian akibat pencabutan hak kelola lahan secara tiba-tiba.
Kasus ini menimbulkan polemik, terutama setelah beberapa perusahaan melaporkan bahwa lahan yang telah mereka kelola selama 20 hingga 30 tahun dialihkan ke pihak lain hanya dalam hitungan hari.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah pengalihan lahan dari PT Danita Tasan Lestari ke PT Pasifik Istindo, yang disebut hanya memakan waktu 12 hari.
Keputusan yang begitu cepat ini menimbulkan kecurigaan terkait proses administratif dan transparansi kebijakan Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Selain itu, sebuah hotel milik pengusaha lokal yang telah berdiri selama puluhan tahun juga dihancurkan, semakin memperkuat dugaan bahwa kebijakan tersebut tidak berpihak kepada investor daerah.
Banyak pengusaha lokal yang merasa diperlakukan tidak adil karena tidak diberikan kesempatan untuk memperpanjang hak pengelolaan atau bernegosiasi sebelum lahan mereka dialihkan.
Mereka menilai kebijakan ini berpotensi merugikan investasi di Batam dan menciptakan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha yang telah lama berkontribusi terhadap ekonomi daerah.
Menanggapi polemik ini, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dugaan ketidakadilan dalam pengelolaan lahan di Batam.
Baca Juga:
Jangan Lewatkan Video Game Ini: Tujuh Judul Menarik yang Harus Anda Beli di Bulan Februari 2025
Menurutnya, setidaknya tujuh perusahaan telah melaporkan kasus serupa ke Komisi VI DPR RI.
"Ini bukan satu atau dua perusahaan saja, tapi sudah ada banyak perusahaan lokal yang mengalami nasib serupa. Mereka telah berinvestasi sejak lama, menciptakan lapangan pekerjaan, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal. Namun, tiba-tiba keputusan dibuat tanpa mempertimbangkan sejarah dan peran mereka," ujar Nurdin, dikutip pada Rabu, 5 Februari 2025.
Komisi VI DPR RI menyoroti persoalan ini sebagai bentuk ketidaktransparanan dalam tata kelola lahan.
DPR menegaskan bahwa perusahaan yang sudah memiliki hak kelola lahan seharusnya diberikan kesempatan untuk memperpanjang izin atau mendapatkan dukungan agar tetap bisa beroperasi.
Baca Juga:
Inilah Cara Menghapus Isi Hard Drive Windows Anda dengan Aman, untuk Versi 11 hingga 7
Namun, dalam kasus ini, banyak perusahaan lokal justru langsung kehilangan hak kelola tanpa opsi negosiasi.
"Harus ada keberpihakan kepada pengusaha lokal yang sudah berperan besar membangun daerah tersebut sejak awal," tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, Komisi VI DPR RI berencana memanggil BP Batam dalam waktu dekat untuk mengklarifikasi kebijakan ini.
Langkah ini diambil untuk memastikan adanya keadilan bagi pengusaha lokal serta transparansi dalam setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah.
Baca Juga:
Hampir Sejuta Pengguna Discord Mengalami Kebocoran Data RestoreCord, Inilah yang Harus Anda Lakukan
Nurdin menegaskan bahwa DPR RI akan terus mengawasi kebijakan BP Batam agar memastikan tidak ada monopoli atau ketimpangan dalam distribusi lahan.
Keputusan mendadak yang merugikan investor lokal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keberpihakan BP Batam dalam pengelolaan lahan.
Dengan adanya tekanan dari DPR, diharapkan kebijakan ini dapat ditinjau ulang agar memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh pihak yang telah lama berinvestasi di Batam. (*/Shofia)