Berita Parigi Moutong, gemasulawesi – Pasca berakhirnya status tanggap darurat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, tetapkan masa transisi bagian dari upaya pemulihan selama tiga bulan pasca banjir di Torue.
Hal itu diungkapkan Sekretaris BPBD Parigi Moutong, Moh Rivai saat ditemui di Parigi, Selasa 13 September 2022.
“Masa transisi sebagai bagian dari upaya pemulihan dimulai pada 12 September dan akan berlangsung selama tiga bulan ke depan,” ucap Moh Rivai.
Ia menjelaskan, kegiatan pemulihan pada masa transisi terdiri dari membangun tempat penampungan sementara (huntaras) bagi korban yang terkena dampak, memperbaiki berbagai infrastruktur dan menyelesaikan kegiatan normalisasi sungai.
Khusus pembangunan posko darurat, Pemerintah Daerah (Pemda) Parigi Moutong terus bekerja sama dengan BPBD Sulawesi Tengah sebagai penyedia percepatan aktivitas fisik untuk tetapkan masa transisi sebagai upaya untuk pemulihan.
“Informasi yang kami terima, saat ini BPBD Sulteng sedang menyiapkan material untuk huntara, mereka juga melakukan pengukuran lahan minggu lalu,” kata Rivai.
Meski tanggap darurat telah selesai, kata dia, Pemkab Parigi Moutong melalui BPBD setempat terus memberikan bantuan logistik kepada para korban banjir, khususnya warga sekitar yang kehilangan tempat tinggal dan mengalami kerusakan parah.
Oleh karena itu, BPBD terus mempertahankan pos logistik untuk memfasilitasi distribusi bantuan dan sebagai pos pemantauan untuk berbagai aktivitas fisik di lokasi.
Baca: Uang Panai Calon Pengantin di Gowa Ludes Akibat Kebakaran
Rivai mengatakan, kegiatan normalisasi sungai yang dilakukan oleh Wilayah Sungai Sulawesi III (BWSS III), sebagian dikelola oleh BPBD setempat. Secara khusus Sungai Torue akan dikelola oleh BWSS III dengan membangun bendungan pengaman secara permanen dari hulu hingga hilir.
Untuk proses sungai normal, BWSS III meminta tambahan waktu pengerjaan selama dua bulan ke depan, dimana struktur tanggul dibangun tiga lapis dan dijamin kuat karena dilapisi pasir, batu gajah dan bahan geosintetik.
“Sebelumnya direncanakan pembangunan 40 unit, namun 12 rumah lainnya rusak ringan karena 12 kepala keluarga (KK) terjebak di garis batas sungai dan pantai. Total sekitar 52 rumah tinggal dibuat.” pungkas Rivai. (*/Ikh)
Baca: Petani Asal Pinrang Ditemukan Tewas di Sawah, Mulut Berbusa
Ikuti Update Berita Terkini Gemasulawesi di : Google News