Palu, gemasulawesi – Ketua Bawaslu Sulawesi Tengah, Nasrun, menyatakan adanya transformai praktik politik uang atau money politics di Pemilu tahun 2024.
Dalam keterangannya di Palu, pada hari Kamis, tanggal 18 Juli 2024, Nasrun mengungkapkan money politcs ini tidak hanya marak, namun, juga bertransformasi.
“Sekarang juga kita cemas dengan serangan uang muka atau tanda jadi atau serangan panjar, dahulu kita cemas dengan serangan fajar,” katanya.
Baca Juga:
Sangat Membantu, Pemda Mengapresiasi Kehadiran Tim Korsupgah KPK RI di Kabupaten Gowa
Hal tersebut disampaikannya dalam rapat Evaluasi Pengawasan Masa Tenang pada Pemilu 2024 yang diadakan di salah satu hotel di Palu.
Kegiatan itu dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, TNI, Polri, BIN, KPU Sulawesi Tengah, KPID dan juga partai politik peserta Pemilu dan juga jurnalis.
“Fenomena politik uang kini semakin kompleks,” ujarnya.
Dia memaparkan dalam proses transaksi juga terjadi perubahan metode.
“Pemberian uang yang dahulu dilakukan secara tunai atau cash, sekarang pemberian uang dilakukan melalui transfer. Transformasi politik uang ini membingungkan kita, sementara regulasi kita belum dapat mengejar pola dan tata cara baru ini,” ucapnya.
Dia menerangkan dalam penangan politik uang, ada 3 unsur yang harus dipenuhi, yaitu peserta pemilu, pelaksana dan juga tim kampanye.
Dia mengatakan jika pelakunya tidak terdaftar di KPU, pihaknya juga tidak dapat melakukan penindakan.
Dikutip dari Antara, hal ini seringkali membuat Bawaslu kesulitan menindak pelanggaran, sebab tidak ada dasar regulasi yang jelas.
Sehingga jika melakukan penindakan, mereka berisiko dilaporkan ke DKPP atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
“Tantangan yang sama akan terjadi pada Pilkada serentak tahun 2024,” tuturnya.
Dia menyatakan dalam penindakan politik uang, bukan hanya pelaku yang akan ditindak, namun, juga pemberi dan penerima.
Bawaslu Sulawesi Tengah juga mencatat 116 pelanggaran yang terjadi selama Pemilu tahun 2024.
Nasrun mengungkapkan pelanggaran itu terdiri dari 20 temuan jajaran Bawaslu dan 96 laporan masyarakat.
“Dari 116 pelanggaran itu antara lain sebanyak 8 pelanggaran administrasi yang terjadi karena pemasangan APK atau Alat Peraga Kampanye tidak sesuai dengan perundang-undangan,” pungkasnya. (Antara)