Bogor, gemasulawesi - Kematian tragis pasangan lansia Hans Tomasoa dan Rita Tomasoa di rumah mereka di Perumahan Citra Indah Bukit Raflesia, Desa Singajaya, Jonggol, Bogor, Jawa Barat, menyisakan banyak pertanyaan dan kontroversi.
Pasangan tersebut ditemukan tewas dalam kondisi membusuk di dalam kamar rumah mereka, yang segera menimbulkan tuduhan bahwa anak-anak Hans Tomasoa dan Rita Tomasoa telah menelantarkan orang tua mereka hingga tewas.
Aris Tokra Tomasoa, putra sulung dari Hans dan Rita, kini tengah menghadapi tantangan dalam menuntut hak waris atas rumah orang tuanya.
Aris mengungkapkan kesulitan yang dihadapinya untuk masuk ke rumah yang kini dikunci oleh pengurus RT setempat.
Ia menjelaskan bahwa meski ia berniat untuk menempati rumah tersebut, akses keluarga dibatasi sementara media diberikan izin masuk.
"Kami mengalami kendala serius untuk memasuki rumah karena kunci dipegang oleh ketua RT. Ini sangat mengecewakan karena rumah tersebut merupakan hak kami sebagai ahli waris," jelas Aris dalam video yang diunggah di TikTok @storywartawanhiburan.
Selain menghadapi masalah terkait akses rumah, Aris dan pengacara mereka, Andreas Sapta Finady, juga menanggapi tuduhan bahwa mereka telah mengabaikan orang tua.
Tuduhan tersebut muncul setelah kematian Hans dan Rita viral di media sosial.
Andreas dengan tegas membantah bahwa keluarga Tomasoa menelantarkan orang tua mereka.
Ia mengklarifikasi bahwa meski Aris pindah dari rumah pada 2018 untuk pekerjaan baru, ia tetap rutin mengunjungi orang tuanya.
Andreas juga menyebutkan bahwa anak bungsu, Ciro, secara aktif menjenguk orang tua mereka.
“Tuduhan bahwa klien kami tidak menjenguk orang tua sejak 2017 adalah tidak benar. Mereka terus memberikan perhatian dan dukungan kepada orang tuanya,” tegas Andreas.
Keluarga Tomasoa juga melibatkan tokoh masyarakat, seperti Teh Eka dan Pak Suanda, untuk memantau keadaan Hans dan Rita.
Andreas mengungkapkan bahwa mereka menghadapi kesulitan dalam mengakses rumah setelah kematian orang tua mereka dan menduga adanya penghalangan oleh pihak-pihak tertentu, termasuk saudara mendiang.
Ia juga mengungkapkan bahwa informasi yang beredar mengenai ketidakpedulian mereka tidak akurat dan merugikan keluarga.
Dalam upaya melindungi privasi keluarga dan mengatasi penyebaran informasi yang tidak benar, Andreas meminta agar foto dan video mendiang segera dihapus dari publikasi.
"Kami memohon agar semua foto dan video mendiang dihapus untuk menghormati privasi dan martabat keluarga," ujarnya.
Kisah ini menggarisbawahi tantangan yang dihadapi dalam mengelola hak waris dan perlunya menjaga komunikasi yang jelas serta menghormati privasi keluarga dalam situasi yang penuh tekanan.
Seiring dengan tuntutan hak waris, Aris dan keluarganya berharap situasi ini dapat diselesaikan secara adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku. (*/Shofia)