Surabaya, gemasulawesi - Perseteruan antara SMP swasta di Surabaya dan warga sekitar terkait tuntutan iuran penggunaan jalan kini semakin memanas dan jadi perbincangan hangat di media sosial.
Konflik ini dimulai ketika SMP yang terletak di Jalan Manyar Tirtomulyo, Mulyorejo, dihadapkan pada tuntutan iuran sebesar Rp140 juta per bulan dari empat RW di sekitarnya.
Pihak sekolah menganggap jumlah tersebut tidak wajar dan berusaha menegosiasikan jumlah iuran yang dianggap lebih masuk akal.
Masalah ini mulai terangkat ketika warga meminta iuran sebesar Rp 35 juta per RW.
Total iuran yang diminta mencapai Rp 140 juta, jumlah yang dianggap oleh pihak sekolah sebagai beban berat.
Mereka kemudian mengusulkan untuk membayar Rp 32 juta per RW, tetapi tawaran ini ditolak oleh warga.
Ketidakcocokan ini memicu ketegangan antara kedua belah pihak dan menyebabkan permasalahan yang semakin rumit.
Ketegangan pun semakin memuncak ketika warga melakukan penutupan akses jalan utama yang digunakan oleh guru dan murid SMP.
Aksi ini menyebabkan kemacetan parah di sekitar area sekolah dan menambah ketegangan.
Penutupan jalan ini menjadi viral di media sosial, menampilkan bagaimana pihak sekolah berusaha menjelaskan situasi mereka kepada publik dan kepada Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, yang akhirnya turun tangan untuk menengahi konflik.
Dalam pandangan warga, kehadiran sekolah memang menyebabkan kemacetan di kawasan tersebut.
Mereka berpendapat bahwa iuran yang diminta harus digunakan untuk mengatasi masalah kemacetan dan pemeliharaan jalan.
Seorang warga, di media sosial dengan akun @ry*** menyatakan bahwa, “Saya tinggal di situ sudah 17 tahun, dan memang setiap jam sekolah masuk dan keluar sudah ada rekayasa lalin oleh satpam. Terganggu? Iya, tapi kami sudah terbiasa.”
Namun, pihak sekolah merasa bahwa jumlah iuran yang diminta tidak sesuai dengan manfaat yang mereka terima.
Pihak sekolah juga mengkritik pengelolaan dana oleh warga yang dianggap tidak transparan.
Hasil audit yang dilakukan pihak sekolah menunjukkan adanya sisa dana yang signifikan dari iuran yang dikumpulkan, yang menunjukkan adanya ketidakcocokan dalam pengelolaan dana oleh warga.
Pihak sekolah mengeluhkan bahwa dana yang seharusnya digunakan untuk perawatan jalan dan fasilitas lainnya malah digunakan untuk hal-hal lain seperti pembayaran satpam.
Kepala SMP, Bapak Harsono, menegaskan, “Kami menawarkan Rp 32 juta per RW, tetapi warga menolak dan tetap meminta Rp 35 juta. Audit menunjukkan banyak sisa dana yang tidak sesuai alokasi.”
Penutupan jalan oleh warga semakin memperburuk situasi. Guru dan murid sekolah terganggu oleh kemacetan yang ditimbulkan akibat penutupan akses, berdampak pada proses belajar mengajar.
Ketidakpastian mengenai penggunaan dana dan alokasi yang tidak transparan menambah ketidakpuasan pihak sekolah.
Video yang memperlihatkan ketegangan antar kedua belah pihak ini pun menjadi viral di media sosial usai diunggah oleh akun Instagram @cakj1.
Dalam upaya menyelesaikan konflik ini, Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, melakukan kunjungan ke lokasi untuk menengahi perseteruan antara SMP dan warga.
Armuji bertemu dengan kedua belah pihak untuk mendengarkan keluhan dan pandangan mereka secara langsung.
Ia mencoba memahami situasi dari kedua sisi dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
Selama kunjungannya, Armuji menjelaskan bahwa alasan kemacetan yang dikemukakan oleh warga sering kali digunakan sebagai alasan untuk menaikkan jumlah iuran.
Ia juga menegaskan bahwa iuran yang diminta harus sesuai dengan manfaat yang diterima oleh pihak sekolah.
“Saya bilang kalau iurannya cocok, tidak ada macet. Tapi kalau tidak cocok, selalu dikaitkan dengan macet. Ini adalah jalan umum, bukan milik pribadi karena sudah menjadi fasilitas umum pemkot,” ungkap Armuji.
Armuji menyarankan agar pihak sekolah dan warga mencari titik temu yang dapat mengakomodasi kebutuhan kedua belah pihak.
Ia juga menyarankan agar jika ada ketidakpuasan lebih lanjut, pihak sekolah dapat melaporkan masalah ini ke pihak berwenang.
“Kami serahkan kepada pihak sekolah apakah akan melaporkan masalah ini ke polisi atau tidak,” tambah Armuji. (*/Shofia)