Internasional, gemasulawesi – Seorang pria di Singapura mencari ganti rugi lebih dari S$3 juta (£1,87 juta) dari seorang wanita yang mengatakan dia melihatnya hanya sebagai teman, mengklaim bahwa dia menyebabkan trauma dan merusak “reputasinya yang luar biasa”.
Dilansir dari Guardian kasus pencemaran nama baik yang diajukan oleh K Kawshigan mengklaim kerusakan itu untuk menutupi kerugian dalam pendapatan dan investasi, serta “program rehabilitasi dan terapi untuk mengatasi trauma yang berkelanjutan,” menurut dokumen pengadilan.
Gugatan itu, yang akan disidangkan minggu depan, menuduh wanita itu “diduga memfitnah dan perilaku lalai”, menurut surat-surat pengadilan.
Baca : Pemerintah Singapura Berikan Alasan Kasus Deportasi UAS
Kasus kedua yang diajukan oleh Kawshigan di pengadilan magistrat, yang mengklaim wanita itu melanggar perjanjian untuk meningkatkan hubungan mereka, baru-baru ini diberhentikan sebagai “secara nyata tidak berdasar dan tanpa dasar” – putusan yang disambut oleh aktivis kesetaraan gender.
Putusan itu, yang diterbitkan pada Januari, menemukan klaimnya sebagai penyalahgunaan proses dan mengatakan Kawshigan memiliki “motif tersembunyi untuk menjelek-jelekkan atau menindas terdakwa”.
Wanita itu pertama kali bertemu Kawshigan pada tahun 2016, menurut surat-surat pengadilan, dan masalah mulai muncul pada tahun 2020 ketika mereka menjadi “tidak selaras” tentang bagaimana mereka melihat hubungan mereka.
Baca : Pelaku Pembunuhan Teman Sendiri Diancam 15 Tahun Penjara
“Sementara terdakwa hanya menganggap penggugat sebagai ‘teman’, dia menganggapnya sebagai ‘teman terdekatnya’,” kata dokumen pengadilan.
Tergugat meminta agar interaksi mereka dikurangi, kata putusan itu, yang menyebabkan ketidaksenangan bagi penggugat, yang merasa ini akan berarti “mengambil langkah mundur dalam hubungan “.
Terdakwa menekankan perlunya batasan dan mendesaknya untuk “mandiri”.
Baca : Tujuh Gugatan Sengketa Pilkades Parigi Moutong Ditolak
Putusan itu mengatakan wanita itu berpartisipasi dalam konseling selama 18 bulan setelah Kawshigan sebelumnya mengancam tindakan hukum terhadapnya, menuduh bahwa dia telah menderita trauma emosional setelah diberitahu bahwa dia menganggapnya hanya sebagai teman.
“Sementara terdakwa berharap bahwa sesi konseling akan membantu penggugat berdamai dengan keputusannya untuk tidak mengejar hubungan romantis dengannya, ini bukan hasilnya.
Dihadapkan dengan permintaan dan tuntutan berulang untuk pertemuan yang lebih sering dan percakapan yang lebih dalam, terdakwa memutuskan pada Mei 2022 untuk menghentikan semua kontak dengan penggugat,” katanya.
Baca : Gugatan Hasil Pilkada MK, Total Terdaftar 75 Perkara
Putusan itu mengatakan dia telah menghabiskan bertahun-tahun “memijat ketidakbahagiaan penggugat” tetapi sekarang berdiri melawan ancamannya.
Wanita itu memulai proses pelecehan terhadap Kawshigan, yang kemudian mengajukan klaim S$ 3 juta terhadapnya dan, setelah itu, kasus tersebut di pengadilan magistrat.
Perintah perlindungan yang dipercepat telah diperoleh terhadapnya, meskipun wanita itu masih dihadapkan dengan membela kasus-kasus hukum.
Baca :
Kasus di mana dia meminta ganti rugi S$3 juta akan disidangkan pada 9 Februari. Menurut putusan dari kasus pengadilan magistrat, gugatan terpisah ini dimulai pada Juli 2022 dan mengklaim ganti rugi “karena diduga memfitnah dan perilaku lalai”.
Baca : Istri Tersangka Teroris Makassar Ajukan Praperadilan
Makalah pengadilan menambahkan: “Pernyataan seperti itu, dia mencegah, menunjukkan bahwa dia telah melecehkan dan memata-matai dia, dan ini menyebabkan dia menderita ‘kerusakan pada reputasinya yang luar biasa’ serta ‘trauma, depresi, dan dampak’ pada hidupnya.
Untuk ini, dia mengklaim kerusakan lebih dari $3 juta, yang antara lain merupakan ‘kerugian tak terbatas dari investasi potensial’ sebesar $1.2 juta.”
Aware, sebuah kelompok advokasi kesetaraan gender, mengatakan sangat menyesal mendengar cobaan berat perempuan itu.
“Wanita tidak berutang waktu atau perhatian kepada pria, apalagi persahabatan, cinta, aktivitas seksual, atau kerja emosional mereka,” katanya.
Rincian yang terungkap selama kasus pengadilan hakim “melukiskan gambaran yang mengkhawatirkan tentang hak seksual dan romantis pria,” kata Aware.
Ia menambahkan bahwa pengaduan itu tampaknya merupakan contoh Darvo, atau “Tolak, Serang, Balikkan Korban dan Pelaku”, yang digambarkan sebagai taktik umum yang digunakan oleh pelaku yang berusaha menggambarkan diri mereka sebagai pihak yang terluka dan menghukum korban sebenarnya atas perlawanan mereka.
“Dalam masyarakat yang memandang perempuan sebagai ‘kurang dari’, banyak laki-laki percaya bahwa mereka memiliki hak atas kehidupan dan tubuh perempuan, dan menegaskan diri mereka sesuai dengan itu.
Konsep-konsep seperti ‘zona pertemanan’ yang menyiratkan bahwa perempuan secara default harus tertarik secara seksual kepada laki-laki dalam hidup mereka adalah bagian dari spektrum hak laki-laki ini.
Kita perlu membongkar maskulinitas beracun dan pola pikir patriarki yang mendukung perilaku ini,” kata Aware. (*/Siti)
Editor: Muhammad Azmi Mursalim
Ikuti Update Berita Terkini Gemasulawesi di : Google News
