Internasional, gemasulawesi – Menurut laporan, pejabat Palestina mengajukan permohonan ke ICJ untuk bergabung dengan kasus Afrika Selatan sebagai pihak dalam kasus genosida Jalur Gaza terhadap penjajah Israel.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan kemarin, 3 Juni 2024, waktu setempat, ICJ menyampaikan pihak berwenang Palestina mengajukan permohonan izin untuk melakukan intervensi dan deklarasi intervensi dalam kasus Afrika Selatan versus penjajah Israel.
Afrika Selatan diketahui mengajukan kasusnya terhadap penjajah Israel pada bulan Januari dan menuduh penjajah Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Afrika Selatan berpendapat penjajah Israel melanggar Konvensi Genosida 1948, yang telah ditetapkan setelah Holocaust, yang mengamanatkan seluruh negara di dunia mencegah terulangnya kejahatan yang serupa.
Di sisi lain, senator Amerika Serikat, Chris Van Hollen, telah menuntu pemerintahan Joe Biden untuk memberikan sanksi terhadap Menteri Keuangan sayap kanan penjajah Israel, Bezalel Smotrich, atas kebijakannya terhadap warga Palestina di Tepi Barat.
Menurutnya, dalam pandangannya, Smotrich harus dikenakan sanksi berdasarkan EO.
Diketahui jika pada awal tahun 2024, Biden mengeluarkan perintah eksekutif atau EO untuk menjatuhkan sanksi terhadap individu yang merusak perdamaian, stabilitas dan keamanan di Tepi Barat.
4 orang warga penjajah Israel dijatuhi sanksi berdasarkan arahan itu.
Dilaporkan jika Menteri Keuangan penjajah Israel telah memotong pajak yang harus dibayarkan kepada Otoritas Palestina.
Selain itu, di bulan Maret, dia juga mendeklarasikan 800 hektare tanah di Tepi Barat sebagai tenaga negara penjajah Israel.
“Ada orang yang menyatakan tujuannya adalah agar penjajah Israel mengambil alih seluruh wilayah yang ada di Tepi Barat,” katanya.
Sementara itu, Andrea De Domenico, yang merupakan kepala Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), menyatakan kekuasaan pihak yang terkuat akan menjadi satu-satunya peraturan yang berlaku.
Dia mengakui jika memberikan bantuan kemanusiaan menjadi semakin sulit.
“2 hari yang lalu, kami mengalami pengalamann terburuk dimana hampir 70 persen konvoi bantuan kemanusiaan yang dapat kami lakukan hari itu tidak mencapai tujuan akhir dikarenakan sebagian besar dicegat,” ujarnya. (*/Mey)