Internasional, gemasulawesi – Otoritas Palestina atau PA menantang rencana penjajah Israel untuk mencaplok dan mengalihkan kendali situs arkeologi Palestina kepada Otoritas Purbakala penjajah Israel.
Kementerian Pariwisata dan Purbakala Otoritas Palestina menyerukan dukungan terhadap tantangannya sebagai tanggapan atas persetujuan Knesset terhadap rancangan undang-undang yang memperluas kewenangan Otoritas Purbakala penjajah Israel ke situs-situs purbakala di Tepi Barat.
Kementerian Pariwisata dan Purbakala Otoritas Palestina mengatakan UNESCO dan semua lembaga internasional yang bekerja dengan warisan budaya harus menentang keputusan pemerintah pendudukan untuk mencaplok dan mengalihkan situs arkeologi Palestina kepada Otoritas Purbakala pemerintah pendudukan.
“Tindakan kriminal ini memiliki tujuan untuk mengendalikan warisan Palestina dan mencuri kemampuan budaya rakyat kami,” ujar mereka.
Pernyataan resmi itu menambahkan bahwa upaya pendudukan penjajah Israel untuk menghindari tanggung jawab hukum internasional dan perjanjian terkait dengan perlindungan warisan adalah bukti bahwa pendudukan kriminal berupaya, dalam kebijakan eskalasinya, untuk menghapus warisan Palestina.
“Yang dianggap sebagai saksi hak rakyat Palestina dan hubungan dekat mereka dengan tanah Palestina,” ucap mereka.
Mereka menyampaikan langkah penjajah Israel itu adalah rencana yang jelas yang bertujuan untuk menjadikan tanah Palestina sebagai tanah Yahudi, mengisolasi kota-kota dan desa-desa Palestina satu sama lain dan memberdayakan pemukim ilegal.
Pada hari Rabu pekan lalu, tanggal 10 Juli 2024, Knesset menyetujui, dengan dukungan pemerintah, rancangan undang-undang yang menetapkan bahwa kewenangan Otoritas Purbakala penjajah Israel berlaku untuk barang antik di semua wilayah Tepi Barat.
Demikian yang dijelaskan oleh Forum Palestina untuk Studi penjajah Israel atau MADAR.
Forum tersebut mengatakan rancangan undang-undang yang diprakarsai oleh anggota Knesset dari Partai Likud, Amit Halevi, tidak menyebutkan secara spesifik wilayah mana saja di Tepi Barat.
Forum itu juga menggambarkan langkah tersebut sebagai salah satu ‘undang-undang aneksasi yang merayap’ dari negara pendudukan. (*/Mey)