Internasional, gemasulawesi – Serangan udara penjajah Israel telah menewaskan 12 orang anggota keluarga, termasuk dengan 7 orang anak-anak, di bagian utara Jalur Gaza.
Hal tersebut dilaporkan oleh badan penyelamatan Pertahanan Sipil Palestina.
Sebuah video yang diunggah oleh badan itu di saluran Telegramnya menunjukkan stafnya mengevakuasi korban dari bawah reruntuhan rumah keluarga Khallah di Jabalia.
Juru bicara pertahanan sipil Mahmoud Basal mengatakan semua martir berasal dari keluarga yang sama, termasuk dengan 7 anak-anak, yang tertua berusia 6 tahun.
Baca Juga:
Ratusan Perwira Mengundurkan Diri dari Tentara Pendudukan Penjajah Israel pada Tahun 2024
“Serangan udara itu melukai 15 orang lainnya,” ujarnya.
Militer penjajah Israel menyampaikan kepada media bahwa mereka telah menyerang ‘beberapa teroris yang beroperasi di sebuah bangunan militer milik organisasi Hamas dan menimbulkan ancaman untuk pasukan IDF yang beroperasi di daerah itu’.
Mereka menyebutkan berdasarkan pemeriksaan awal, jumlah korban yang dilaporkan akibat serangan tersebut tidak sesuai dengan informasi yang dimiliki oleh IDF.
Pada hari Sabtu, tanggal 21 Desember 2024, Paus Fransiskus mengecam pemboman anak-anak di Jalur Gaza sebagai kekejaman.
Baca Juga:
Pemukim Penjajah Israel Dilaporkan Membakar Sebuah Masjid di Bagian Utara Tepi Barat
“Kemarin anak-anak dibom. Ini kekejaman, ini bukan perang. Saya ingin mengatakannya karena ini menyentuh hati saya,” ucapnya.
Penjajah Israel melanjutkan serangannya di Jalur Gaza pada hari Jumat, 20 Desember 2024, lebih dari 14 bulan sejak serangannya di Jalur Gaza.
Setidaknya 8 orang tewas akibat rudal pesawat tak berawak yang menghantam bangunan perumahan di jalan pasar kamp pengungsi Nuseirat.
Hal tersebut menurut Rumah Sakit Martir Al-Aqsa.
Media juga menyebutkan 4 orang juga tewas dalam serangan udara di Beit Hanoon dengan korban 2 orang anak perempuan dan orang tua mereka.
Mayat 3 bersaudara juga ditemukan dari reruntuhan rumah yang dibom di dekat Rumah Sakit Kamal Adwan.
Pejabat Darurat Senior UNRWA, Louis Wateridge, memperingatkan Jalur Gaza telah menjadi ‘kuburan’ karena hujan musim dingin yang lebat, kelaparan, kondisi kehidupan yang buruk, dan permusuhan yang terus berlangsung terus membahayakan nyawa. (*/Mey)