Nasional, gemasulawesi - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Farras Raihan (21), menghadapi tantangan yang serius setelah mengkritik kebijakan tentang penetapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di kampusnya.
Kritikannya terhadap kebijakan ini disambut dengan ancaman dan intimidasi yang mengarah pada pencabutan Beasiswa Bidikmisi atau yang sekarang disebut Beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK) yang selama ini diterima Farras Raihan.
Farras Raihan, seorang mahasiswa Fakultas Vokasi angkatan 2021, merasa terancam ketika pihak kampus mulai bertindak setelah dia dan aliansi mahasiswa setempat turut serta dalam aksi protes bersama perguruan tinggi lain di Indonesia, mengkritik situasi demokrasi menjelang Pemilu 2024.
Hal ini menimbulkan persepsi bahwa kritik mereka dianggap mengganggu kebijakan kampus.
Ancaman dan intimidasi terhadap Farras mencakup pencabutan Beasiswa KIPK yang dia terima.
Ini menjadi sorotan karena menunjukkan bahwa kritik dari mahasiswa kepada kampus tidak selalu diterima dengan baik dan malah mendapat respons yang mengintimidasi.
Pencabutan beasiswa ini juga dapat dianggap sebagai upaya untuk membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat dari mahasiswa, yang seharusnya menjadi bagian penting dari lingkungan akademik.
Ancaman dan intimidasi yang dialami Farras tidak berhenti di situ.
Ketika dia dan wakilnya, Ammar Raihan (21), menghadap salah satu pejabat di bidang kemahasiswaan pada tanggal 16 April 2024 untuk berkonsultasi mengenai program BEM, mereka mendapat intimidasi yang lebih lanjut.
"Saat mengkonsultasikan program BEM, lawan bicara kami mengalihkan pembicaraan dan memberikan pernyataan intimidatif bahwa kami tidak seharusnya protes ke kampus atau negara karena mendapatkan beasiswa," ungkap Farras, dikutip pada Kamis, 23 Mei 2024.
Pada saat yang sama, Farras juga menyampaikan bahwa pihak dekanat UNY melakukan pertanyaan dan penyelidikan terhadap mereka yang terkait dengan sikap dan kritik yang disampaikan terhadap kebijakan kampus.
Hal ini menimbulkan kesan bahwa pihak kampus ingin menekan mahasiswa agar tidak terlalu vokal dan kritis terhadap kebijakan yang diterapkan.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan tentang kebebasan akademik di lingkungan kampus.
Mahasiswa seharusnya merasa aman untuk menyampaikan pendapat, kritik, dan aspirasi mereka tanpa harus merasa terintimidasi atau mendapat ancaman dari pihak kampus. (*/Shofia)