Nasional, gemasulawesi - Menteri Kehutanan (Menhut) RI, Raja Juli Antoni, menyoroti ceramah yang disampaikan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, di Masjid Kampus UGM.
Anies diketahui memberikan kuliah umum Ramadan pada Senin, 3 Maret 2025, dengan membahas soal pembangunan infrastruktur pendidikan.
Dalam pemaparannya, Anies juga menyinggung proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang menurutnya memerlukan waktu yang sangat lama.
Pernyataannya tersebut dianggap sebagai sindiran terhadap proyek pemerintah saat ini.
Menanggapi ceramah Anies di masjid kampus UGM, Raja Juli Antoni mengkritik bahwa Anies salah dalam menggunakan masjid sebagai tempat penyampaian kritik politik.
Menurutnya, masjid seharusnya difungsikan sebagai tempat ibadah, bukan sebagai sarana untuk menyampaikan sindiran politik.
Raja Juli Antoni mengungkapkan kritiknya melalui cuitan di akun X resminya @RajaJuliAntoni pada Rabu, 5 Maret 2025.
Dalam cuitannya, ia menegaskan bahwa masjid bukanlah tempat yang tepat untuk menyampaikan kritik politik, meskipun dibungkus dalam bentuk ceramah.
"Masjid tempat ibadah (tanda silang), masjid tempat sindir politik (tanda centang)," tulis Raja Juli Antoni, sembari mengunggah ulang berita tentang ceramah Anies di masjid kampus UGM.
Pernyataan Raja Juli Antoni ini lantas mendapat tanggapan luas dari berbagai kalangan, terutama dari warganet.
Banyak yang tidak sependapat dengan pernyataannya dan menilai bahwa kritik politik bukanlah sesuatu yang tabu untuk disampaikan di masjid, mengingat sejak dahulu masjid menjadi pusat diskusi tentang berbagai isu masyarakat.
Beberapa warganet juga berpendapat bahwa kritik adalah bagian dari demokrasi yang seharusnya diterima dengan terbuka, bukan justru diserang balik dengan sindiran.
Mereka menilai bahwa ceramah Anies di masjid kampus UGM tidak bisa serta-merta dianggap sebagai politisasi masjid, terutama jika isinya berkaitan dengan isu-isu pembangunan dan keadilan sosial.
Salah satu tanggapan yang muncul berasal dari akun @dim*** yang menekankan bahwa masjid tidak hanya sekadar tempat ibadah, melainkan juga memiliki sejarah panjang sebagai pusat diskusi dan kajian keilmuan.
"Menarik bagaimana pembicaraan tentang pembangunan berkeadilan langsung dicap 'sindiran politik'. Padahal sejak dulu masjid adalah pusat diskusi isu-isu peradaban, bukan sekadar tempat shalat," tulis akun tersebut dalam balasannya.
Akun tersebut menilai bahwa pembicaraan tentang pembangunan yang lebih berkeadilan seharusnya tidak langsung dicap sebagai sindiran politik. (*/Risco)