Nasional, gemasulawesi - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti laporan yang dibuat oleh sekuriti Hotel Fairmont Jakarta terkait kericuhan dalam pembahasan RUU TNI.
Diketahui laporan itu telah dikonfirmasi oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi, yang menyatakan bahwa kepolisian menerima laporan dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum.
Insiden itu terjadi pada Sabtu, 15 Maret 2025, sekitar pukul 18.00 WIB, ketika tiga orang yang mengaku sebagai bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil memasuki Hotel Fairmont.
Mereka melakukan aksi protes di depan ruang rapat pembahasan revisi UU TNI, menuntut agar rapat tersebut dihentikan karena dinilai dilakukan secara tertutup dan diam-diam tanpa keterlibatan publik.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menegaskan bahwa rapat tertutup semacam itu bertentangan dengan prinsip transparansi dan partisipasi publik.
Mereka menilai bahwa masyarakat seharusnya memiliki akses untuk mengetahui dan memberikan masukan terhadap perubahan regulasi yang berdampak besar, terutama terkait dengan isu-isu militer dan dwifungsi TNI yang selama ini menjadi kontroversi di Indonesia.
Menanggapi laporan terhadap aksi protes tersebut, YLBHI menyatakan bahwa kepolisian seharusnya tidak memproses laporan yang dibuat oleh pihak sekuriti Hotel Fairmont.
Menurut YLBHI, masyarakat justru menjadi pihak yang dirugikan karena DPR RI membahas revisi UU TNI dengan pasal-pasal yang berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI.
Oleh karena itu, protes yang dilakukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil adalah bentuk kritik yang sah dalam negara demokrasi.
"YLBHI menilai bahwa laporan ini keliru dan seharusnya tidak diproses kepolisian. Masyarakat justru dirugikan karena DPR membahas revisi UU TNI dengan adanya muatan pasal dwifungsi TNI yang akan merugikan masyarakat. Kenapa rakyat yang menyampaikan kritik dan protes justru diancam hukuman?" tulis YLBHI melalui akun X resminya pada Minggu, 16 Maret 2025.
YLBHI menilai bahwa tindakan kepolisian dalam menerima laporan ini berpotensi mengancam kebebasan berpendapat.
Mereka mengingatkan bahwa kritik terhadap kebijakan publik adalah hak setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi.
Oleh sebab itu, menanggapi protes masyarakat dengan ancaman hukum dapat mencederai demokrasi dan memperkuat kesan bahwa proses legislasi dilakukan tanpa keterbukaan. (*/Risco)