Nasional, gemasulawesi - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa pidana mati tidak dihapus dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru.
Meski tetap diatur, penerapannya kini diberlakukan dengan prinsip kehati-hatian tinggi dan dengan mekanisme yang sangat khusus.
Penegasan ini menjadi penting untuk menjawab berbagai polemik yang muncul terkait arah kebijakan hukum pidana di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan hak hidup.
Menurut Yusril, penghormatan terhadap hak hidup sebagai hak dasar manusia menjadi pertimbangan utama mengapa eksekusi pidana mati tidak dapat dilakukan secara serta-merta.
Pendekatan kehati-hatian yang diatur dalam KUHP terbaru merupakan bentuk komitmen terhadap prinsip kemanusiaan yang menempatkan nyawa manusia sebagai anugerah yang tak ternilai.
Karena itu, pidana mati hanya diberikan dalam kasus-kasus yang benar-benar berat, dan tetap harus melalui mekanisme hukum yang ketat.
Dalam KUHP terbaru, pidana mati tidak bisa langsung dieksekusi meski sudah ada putusan pengadilan. Pelaksanaannya hanya dapat dilakukan setelah permohonan grasi ditolak oleh Presiden.
Ketentuan ini membuat permohonan grasi menjadi wajib diajukan oleh terpidana, keluarga, atau penasihat hukumnya sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dengan adanya proses ini, negara memberi ruang bagi upaya koreksi atau pertimbangan kemanusiaan sebelum vonis dijalankan.
Lebih lanjut, Yusril menjelaskan bahwa dalam Pasal 99 dan 100 UU No. 1 Tahun 2023, pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama sepuluh tahun.
Jika selama masa tersebut terpidana menunjukkan penyesalan dan perubahan perilaku, maka Presiden dapat mengubah pidana mati tersebut menjadi pidana penjara seumur hidup.
Skema ini menjadi bukti bahwa negara tidak menutup ruang rehabilitasi, sekaligus memberi harapan bahwa keadilan tidak sekadar tentang hukuman, tetapi juga memberi peluang bagi perubahan sikap.
"Apabila selama masa itu terpidana menunjukkan penyesalan dan perubahan perilaku, Presiden dapat mengubah pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup," jelas Yusril pada Rabu 9 April 2025.
Selain itu, Yusril juga menyebutkan bahwa KUHP mewajibkan jaksa untuk mengajukan tuntutan pidana mati disertai dengan alternatif jenis hukuman lainnya, seperti hukuman seumur hidup.
Dengan begitu, hakim memiliki keleluasaan dalam mempertimbangkan keputusan akhir berdasarkan fakta persidangan dan aspek moral. (*/Risco)