Nasional, gemasulawesi - Keputusan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, menuai beragam respons dari berbagai pihak.
Kebijakan ini diambil sebagai bagian dari komitmen pemerintah untuk meninjau ulang aktivitas pertambangan yang berisiko merusak lingkungan, terutama di wilayah yang memiliki nilai ekologis tinggi seperti Raja Ampat.
Empat perusahaan yang izin operasionalnya dicabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Langkah tersebut menegaskan bahwa pemerintahan saat ini tidak segan mencabut izin yang dianggap merugikan kelestarian alam, meskipun perusahaan yang bersangkutan telah mengantongi izin resmi.
Namun, dari pihak perusahaan, reaksi kekecewaan juga muncul. Salah satunya dari PT Kawei Sejahtera Mining yang mengaku telah beroperasi selama satu tahun dengan perizinan lengkap dari empat kementerian.
Mereka menyebut telah mendapat izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Perhubungan.
Pernyataan dari PT Kawei Sejahtera Mining inilah yang memicu reaksi keras dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Susi Pudjiastuti.
Melalui akun X resminya @susipudjiastuti pada Minggu, 15 Juni 2025, Susi mempertanyakan tanggung jawab moral dan integritas empat kementerian yang telah memberikan izin tambang di kawasan konservasi sekelas Raja Ampat.
Ia menilai pemberian izin tersebut tidak hanya keliru secara administratif, tetapi juga mencerminkan lemahnya tata kelola pemerintahan dalam menjaga ekosistem laut.
"Nuranimu dimana ??? 4 kementrian yg memberi ijin dimana good governancenya ??? Semua kalian rusak," tulis Susi dalam cuitannya yang mendapat banyak perhatian publik.
Pernyataan itu menggambarkan kekesalan Susi terhadap praktik perizinan yang menurutnya tidak sejalan dengan prinsip pelestarian lingkungan. Baginya, pemberian izin tambang di wilayah seperti Raja Ampat merupakan bentuk pengabaian terhadap nilai konservasi dan keberlanjutan lingkungan hidup yang seharusnya dijaga oleh negara.
Raja Ampat dikenal sebagai salah satu kawasan dengan kekayaan biodiversitas laut tertinggi di dunia. Aktivitas industri di wilayah ini menjadi sorotan karena berpotensi merusak keseimbangan ekosistem yang sangat rapuh.
Dengan pencabutan IUP tersebut, pemerintah berupaya mengembalikan fungsi konservasi Raja Ampat serta menghindari kerusakan jangka panjang akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.
Namun, kontroversi seputar pemberian izin oleh empat kementerian tersebut menunjukkan bahwa penguatan sistem pengawasan dan transparansi dalam tata kelola perizinan masih menjadi tantangan besar. (*/Risco)