Nasional, gemasulawesi - Menteri Sosial Saifullah Yusuf, yang akrab disapa Gus Ipul, menekankan pentingnya penerapan satu basis data terpadu dalam penyaluran bantuan sosial.
Penegasan ini ia sampaikan saat mengikuti rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI yang dipimpin oleh Felly Estelita Rontuwene, dengan fokus pada bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN).
“Masalah utama bantuan sosial yang tidak tepat sasaran itu hulunya adalah data yang tidak sinkron antara kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah,” ujar Gus Ipul di hadapan anggota dewan di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen RI.
Ia menambahkan, “Karena itulah terbit Inpres Nomor 4 Tahun 2025, yang menegaskan bahwa data harus tunggal, dan yang memproses serta menetapkan hanyalah BPS.”
Baca Juga:
Menhub Apresiasi Sukses Transportasi Haji 2025, Komitmen Perbaikan Layanan Terus Ditingkatkan
Terbitnya Inpres tersebut mewajibkan seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk mendukung proses pembaruan data yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
“Apakah datanya sekarang sudah ideal? Belum. Tapi kita sudah sepakat untuk memulai langkah ini bersama-sama,” ujar Gus Ipul.
Salah satu dampak dari pelaksanaan Inpres 4 Tahun 2025 adalah dinonaktifkannya lebih dari 8 juta data penerima bantuan iuran (PBI).
Meski jumlahnya cukup besar, Gus Ipul menegaskan bahwa kuota yang ada tidak dipangkas, melainkan dialokasikan ulang kepada mereka yang memang lebih layak menerima bantuan.
Gus Ipul menegaskan bahwa kuota bantuan tetap tersedia, namun dialokasikan ulang kepada penerima yang dinilai lebih berhak dibanding sekitar 7 juta penerima sebelumnya.
Langkah tersebut, menurutnya, merupakan hasil dari verifikasi langsung di lapangan yang dilakukan oleh Kementerian Sosial bersama BPS. “Apa dasarnya? Kami melakukan pengecekan langsung dengan sumber daya manusia yang kami miliki bersama BPS, menemui para penerima bantuan.
Hasilnya, lebih dari 2 juta orang ternyata tidak memenuhi kriteria sebagai penerima PBI,” jelasnya.
Selain itu, proses pemeringkatan menggunakan sistem desil DTSEN turut dijadikan acuan.
“Kami periksa satu per satu, dari desil 1 hingga 4. Namun bagi yang masuk desil 5 dan seterusnya, dianggap tidak layak mendapatkan PBI. Dari situ, terkumpul data 7 juta lebih, ditambah 800 ribu, sehingga totalnya kini lebih dari 8 juta yang dinonaktifkan,” ujarnya lagi.
Gus Ipul juga mengakui bahwa proses pemutakhiran ini tidak lepas dari kelemahan.
Untuk itu, pemerintah membuka peluang bagi masyarakat yang merasa berhak untuk mengajukan reaktivasi data.
Reaktivasi dapat dilakukan lewat dua jalur, yaitu formal dan partisipatif. Jalur formal dilakukan melalui RT/RW, kelurahan, dan Dinas Sosial, lalu mendapat pengesahan dari kepala daerah.
Baca Juga:
Spesifikasi Redmi 15C dari Xiaomi Terbocorkan: Terlalu Bagus untuk Menjadi Kenyataan?
Masyarakat juga bisa memanfaatkan aplikasi Cek Bansos untuk secara mandiri mengusulkan diri atau menyampaikan keberatan terhadap data yang ada.
“Masyarakat cukup melengkapi persyaratan yang dibutuhkan untuk diverifikasi. Ada 39 pertanyaan yang harus dijawab dan disesuaikan dengan kriteria BPJS. Semua usulan atau sanggahan akan diproses hingga ke BPJS, tetapi keputusan akhir tetap ada di tangan mereka,” terang Gus Ipul.
Ia juga menyebut bahwa aplikasi SIKS-NG bisa dimanfaatkan oleh Dinas Sosial dalam mendukung proses reaktivasi. Meski begitu, dari lebih dari 8 juta data yang telah dinonaktifkan, baru 25.628 orang sekitar 0,3 persen yang mengajukan proses reaktivasi.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.822 pengajuan masih menunggu persetujuan dari Pusdatin, 2.578 sudah mendapat persetujuan namun belum diaktifkan BPJS, 18.869 telah aktif sebagai peserta PBI-JK, dan 2.359 lainnya aktif namun berpindah ke segmen lain.
Baca Juga:
BPK Ungkap Indikasi Kecurangan Tender Peningkatan Jalan Desa Taopa Utara di Parigi Moutong
Gus Ipul menjelaskan bahwa saat ini, kuota penerima bantuan sosial hanya mencakup sekitar 96,8 juta orang.
Padahal, untuk bisa menjangkau seluruh masyarakat hingga kategori desil 4, dibutuhkan kuota minimal 112 juta jiwa.
“Sementara jumlah penduduk kita lebih dari 280 juta. Karena keterbatasan kuota, maka kami prioritaskan yang benar-benar membutuhkan,” ujarnya.
Ia berharap dengan adanya koordinasi lintas kementerian, penyaluran bantuan sosial bisa lebih akurat sasaran, sehingga tak ada lagi masyarakat miskin yang kesulitan mendapatkan layanan kesehatan.
Baca Juga:
Kemenperin dan AGC Bersinergi Perkuat Industri Nasional dan Percepat Pengurangan Emisi Karbon
“Mudah-mudahan dengan BPS sebagai sumber data utama, dan kami sebagai pelaksana pemutakhiran serta penetapan PBI, tidak ada lagi kasus pasien miskin ditolak rumah sakit. Ini yang sedang kami upayakan,” tutupnya.
Rapat kerja tersebut juga dihadiri oleh jajaran Komisi IX DPR RI, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti, serta Ketua DJSN Nunung Nuryanto turut hadir. (*/Zahra)