Aksi Massa Tolak Revisi UU Pilkada 2024 di Jakarta Kian Memanas, Anggota DPR RI Ini Disambut Lemparan Botol dan Sorakan Demonstran

Habiburokhman sampaikan penolakan RUU Pilkada di tengah sorakan massa, aksi demonstrasi di DPR RI memanas. Source: Foto/Tangkap layar Instagram @habiburokhmanjkttimur

Nasional, gemasulawesi - Aksi massa di depan Gedung DPR RI pada Kamis, 22 Agustus 2024, semakin memanas seiring dengan penolakan tegas terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada 2024. 

Ribuan demonstran berkumpul untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap revisi UU Pilkada yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat. 

Situasi semakin tegang ketika beberapa anggota DPR RI berusaha menemui para demonstran.

Di tengah suasana yang penuh ketegangan, sejumlah anggota DPR RI, termasuk Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, mencoba berkomunikasi dengan massa. 

Baca Juga:
Memanas! Demo Tolak RUU Pilkada di Semarang Berujung Ricuh, Massa Dorong Pagar DPRD Jawa Tengah hingga Jebol

Mereka keluar dari gedung DPR melalui pintu samping untuk menemui para demonstran yang memadati kawasan tersebut. 

Namun, upaya tersebut justru disambut dengan aksi kekerasan dari massa. Habiburokhman dan anggota DPR lainnya dilempari botol oleh demonstran yang marah.

Insiden tersebut nyaris menyebabkan Habiburokhman dan anggota dewan lainnya diamuk oleh massa yang sudah emosi. 

Meskipun berada dalam situasi berbahaya, Habiburokhman tetap naik ke atas podium untuk memberikan penjelasan singkat kepada demonstran. 

Baca Juga:
Tak Hanya di Depan Gedung DPR RI Jakarta, Ribuan Massa Juga Gelar Aksi Demo Besar-besaran Tolak Revisi UU Pilkada di 15 Kota Besar Ini

Suasana semakin panas, tetapi ia berhasil menyampaikan pernyataan singkat di tengah sorakan massa.

"Hari ini saya menyampaikan informasi bahwa tidak ada pengesahan RUU Pilkada," ujar Habiburokhman dengan nada singkat di hadapan ribuan demonstran yang memenuhi halaman Gedung DPR RI Senayan, Jakarta Pusat. 

Pernyataan tersebut tidak meredakan emosi massa yang terus bersorak dan melemparkan berbagai benda ke arah podium.

Setelah menyampaikan pidato singkatnya, Habiburokhman dan anggota DPR lainnya segera kembali ke dalam gedung DPR dengan pengawalan ketat dari pihak kepolisian. 

Baca Juga:
Amankan Aksi Beberapa Elemen Masyarakat di Depan Gedung DPR, Sebanyak 2013 Personel Gabungan Dikerahkan Kepolisian

Polisi yang berjaga di sekitar lokasi berusaha keras untuk mengendalikan situasi dan memastikan keamanan para anggota DPR.

Aksi ini merupakan bentuk penolakan keras dari masyarakat terhadap keputusan DPR dan pemerintah terkait RUU Pilkada 2024. 

Sejumlah pihak menilai bahwa RUU tersebut tidak sejalan dengan aspirasi rakyat dan justru membuka peluang bagi praktik politik dinasti dan nepotisme.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan dua putusan penting pada Selasa, 20 Agustus 2024, yang terkait dengan tahapan pencalonan kepala daerah. 

Baca Juga:
Bertajuk Menelusuri Luka Bumi Palu, AMSI Sulteng Menggelar Diskusi Publik Membahas Aktivitas Pertambangan Ilegal dan Indikasi Keterlibatan WNA

Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik dalam mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. 

Sementara itu, Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menetapkan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Kedua putusan ini menjadi pemicu utama bagi aksi demonstrasi yang terjadi di berbagai daerah, termasuk di depan Gedung DPR RI. 

Massa menilai bahwa keputusan MK dan langkah DPR RI terkait RUU Pilkada tidak mencerminkan kepentingan rakyat, melainkan hanya menguntungkan segelintir elit politik.

Baca Juga:
Memanas! Ratusan Driver Ojek Online dan Sopir Angkot di Sukabumi Terlibat Bentrokan Hebat, Ini Pemicunya

Situasi yang memanas di depan Gedung DPR RI menunjukkan betapa seriusnya penolakan masyarakat terhadap RUU Pilkada 2024. 

Masyarakat berharap agar pemerintah dan DPR RI dapat mempertimbangkan kembali langkah mereka dan mendengarkan suara rakyat sebelum mengambil keputusan yang akan berdampak besar pada demokrasi di Indonesia. (*/Shofia)

Bagikan: