Samarinda, gemasulawesi - Dugaan pungutan liar (pungli) di sejumlah SD dan SMP Negeri di Samarinda telah menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial.
Aksi protes orangtua siswa di Samarinda terkait dugaan pungutan liar (pungli) di sejumlah SD dan SMP Negeri ini pun semakin memanas setelah mereka menghadapi intimidasi pasca-demonstrasi pertama
Masalah ini memicu aksi demo besar-besaran oleh orangtua murid yang menuntut pemerintah segera menangani isu tersebut.
Orangtua murid pun memutuskan untuk kembali turun ke jalan menggelar aksi demo di depan Kantor Wali Kota Samarinda sejak Kamis kemarin.
Hal ini dilakukan untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap biaya pendidikan yang tinggi dan dugaan pungli yang melibatkan oknum di sekolah-sekolah negeri.
Aksi kali ini merupakan kelanjutan dari demonstrasi pertama yang dilaksanakan pada 24 Juli 2024 di kantor gubernur.
Dalam aksi terbarunya hari ini, para peserta yang mayoritas adalah ibu-ibu rumah tangga mengenakan daster, dan menggelar terpal di depan pintu masuk Kantor Pemerintah Kota Samarinda, yang terletak di Jalan Kesuma Bangsa, Kecamatan Samarinda Kota.
Sejak pukul 10.00 Wita, puluhan ibu-ibu memukulkan sutil ke panci sebagai simbol protes mereka terhadap biaya seragam, pembangunan, dan harga buku yang dianggap sangat mahal.
Para demonstran juga membawa puluhan buku paket edisi lama yang dikatakan akan disumbangkan kepada pemerintah kota.
Sumi (35), salah satu perwakilan orangtua murid dari Samarinda Seberang, menjelaskan, “Mungkin pemerintah tidak mampu. Banyak sekolah negeri yang bilang buku paket tidak cukup untuk semua murid, makanya kami sumbangkan buku.” Tindakan ini menjadi simbol ketidakpuasan terhadap klaim pemerintah mengenai kekurangan buku di sekolah-sekolah.
Dugaan pungli ini menjadi viral setelah video aksi protes orangtua murid tersebar luas di media sosial, mengundang perhatian dan dukungan dari masyarakat luas.
Koordinator aksi, Nina Iskandar, menegaskan bahwa dugaan pungli di sekolah-sekolah negeri di Samarinda tampaknya telah terstruktur, sistematis, dan masif.
“Kami membawa bukti dan data mengenai pungli yang dilakukan oleh oknum di sekolah. Ini adalah bentuk protes terhadap praktik yang sudah sangat meresahkan,” ungkap Nina, dikutip pada Jumat, 2 Agustus 2024.
Setelah aksi pertama pada 24 Juli 2024, para wali murid mengaku menghadapi intimidasi dan ancaman.
Nina menambahkan, “Setelah aksi sebelumnya, ancaman terhadap kami semakin meningkat. Hal ini menambah beban dan ketidaknyamanan kami, tetapi kami tetap berjuang untuk hak-hak kami.”
Ancaman ini semakin memicu kemarahan dan keputusasaan para orangtua, yang merasa tidak ada perubahan signifikan setelah aksi pertama.
Dengan viralnya dugaan pungli ini, masyarakat berharap pemerintah Kota Samarinda akan segera mengambil tindakan yang tegas untuk mengatasi masalah ini.
Para orangtua murid menuntut agar pemerintah kota melakukan investigasi menyeluruh dan memastikan bahwa biaya pendidikan tidak membebani masyarakat secara tidak adil.
Mereka juga menuntut transparansi dalam pengelolaan dana dan penegakan hukum terhadap oknum yang terlibat dalam pungli. (*/Shofia)