Samarinda, gemasulawesi - Kasus dugaan pungutan liar (pungli) terkait buku pelajaran di Kota Samarinda telah menjadi sorotan publik dan viral di media sosial.
Masalah ini bermula dari keluhan sejumlah orang tua siswa di Kota Samarinda yang mengungkapkan bahwa mereka diminta membayar buku pelajaran dengan total biaya mencapai Rp600 ribu per siswa.
Padahal, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seharusnya mencakup semua kebutuhan buku dan perlengkapan sekolah anak-anaknya di Kota Samarinda tersebut.
Aksi protes dilakukan oleh sejumlah orang tua murid pada Kamis, 1 Agustus 2024 siang ini di depan Balai Kota Samarinda.
Para peserta aksi mengungkapkan rasa frustrasi dan ketidakpuasan mereka terhadap pengelolaan dana BOS yang dinilai tidak transparan.
Seorang orang tua yang ikut dalam demonstrasi tersebut mengatakan, “Anak saya yang baru kelas satu SD harus membeli buku seharga Rp 600 ribu. Ini sangat memberatkan kami sebagai orang tua. Dana BOS seharusnya cukup untuk semua kebutuhan sekolah.”
Dalam aksi protes tersebut, para orang tua membawa berbagai poster dan spanduk yang mengecam praktik pungli.
Mereka juga menuntut adanya tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam praktek tersebut.
Suasana aksi cukup memanas ketika beberapa orang tua mengungkapkan kemarahan mereka terhadap pihak sekolah yang dianggap tidak transparan dalam pengelolaan dana pendidikan.
Menanggapi protes yang memanas tersebut, Asisten I Kota Samarinda, Ridwan Tasa, mengungkapkan komitmennya untuk menyelidiki dugaan pungli yang terjadi.
"Kami akan segera membentuk tim investigasi untuk menyelidiki dugaan pungli ini dan memastikan bahwa dana BOS digunakan sesuai dengan peruntukannya. Kami juga akan turun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi di sekolah-sekolah," ujar Ridwan dalam konferensi pers.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Samarinda, Asli Nuryadin, juga memberikan tanggapan resmi terkait masalah ini.
Ia mengakui adanya beberapa masalah dalam pengelolaan dana BOS di beberapa sekolah dan menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh.
"Kami akan melakukan audit dan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran. Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa semua dana BOS digunakan dengan benar dan transparan," kata Asli.
Kasus pungli ini menyoroti perlunya reformasi dalam sistem pengelolaan dana pendidikan di tingkat lokal.
Kejadian ini juga mencerminkan perlunya transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar dalam pengelolaan dana BOS agar tidak ada lagi beban tambahan yang memberatkan orang tua dan siswa.
Tindakan pencegahan dan penanganan yang efektif harus diimplementasikan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan di Indonesia. (*/Shofia)