Sulawesi Selatan, gemasulawesi - Sebuah keputusan penting telah diambil oleh Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan (Sulsel), Iqbal Andi Nadjamuddin, terkait dengan dugaan praktik Pungutan Liar (Pungli) yang dilakukan oleh Kepala Sekolah SMA Negeri 11 Makassar.
Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap unjuk rasa massal yang dilakukan oleh ratusan siswa di SMA Negeri 11 Makassar, yang menyuarakan keberatan mereka terhadap dugaan pungli terkait ijazah.
Iqbal Andi Nadjamuddin menjelaskan bahwa penonaktifan kepala sekolah SMA Negeri 11 Makassar ini diberlakukan mulai Selasa, 16 Juli 2024, dengan tujuan untuk memastikan situasi di sekolah tidak terganggu dan proses pembelajaran siswa dapat berjalan normal.
Langkah ini diambil sementara waktu, menunggu hasil pemeriksaan yang akan dilakukan oleh Inspektorat Daerah Sulsel agar dapat mengambil keputusan lebih lanjut secara objektif.
"Dalam hal ini, kepala sekolah akan dinonaktifkan dari tugasnya sementara waktu agar kita bisa fokus menyelesaikan masalah ini dengan baik," ungkap Iqbal dalam pernyataannya, dikutip pada Rabu, 17 Juli 2024.
Kebijakan nonaktif ini diharapkan dapat menciptakan kondisi yang lebih kondusif di sekolah, dengan menunjuk pelaksana harian untuk mengelola aktivitas harian sekolah selama proses pemeriksaan berlangsung.
Iqbal juga menegaskan bahwa keputusan ini tidak bersifat permanen, tetapi hanya sebagai langkah sementara untuk memastikan kelancaran proses pemeriksaan terhadap kepala sekolah yang bersangkutan.
Pj Gubernur Sulsel, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, juga telah menanggapi masalah ini dengan serius.
Ia menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan penyelidikan menyeluruh terkait dengan dugaan praktik pungli yang dilaporkan dari SMA Negeri 11 Makassar.
Sebelumnya, Ketua OSIS SMAN 11 Makassar, Latifa, mengungkapkan bahwa ada ketidakjelasan terkait alokasi dana ekstrakurikuler di sekolah tersebut selama kepala sekolah menjabat.
Dia juga menyampaikan bahwa praktik pungli telah terjadi, dengan dana ekskul yang tidak transparan dan pembatasan anggaran yang menyulitkan kegiatan siswa.
"Dana-dana ekskul yang seharusnya digunakan untuk mengembangkan potensi siswa justru ditahan tanpa penjelasan yang jelas," ujarnya.
Latifa juga meminta agar kepala sekolah segera mengundurkan diri sebagai tindakan responsif terhadap tuntutan dari siswa dan masyarakat sekolah yang prihatin dengan situasi ini.
Peristiwa ini mengingatkan kita akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan di lingkungan pendidikan.
Pemerintah daerah dan masyarakat setempat diharapkan dapat bersinergi untuk memastikan bahwa setiap institusi pendidikan menjalankan tugasnya dengan baik, tanpa adanya praktik pungli atau pelanggaran etika lainnya yang dapat merugikan siswa dan masyarakat pendidikan secara keseluruhan.
Proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah Sulsel diharapkan dapat memberikan hasil yang jelas dan obyektif, sehingga tindakan lanjutan yang diambil dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap manajemen sekolah yang baik dan berintegritas. (*/Shofia)