Pengoplosan Beras SPHP Terungkap di Riau, Pengamat dan Kapolda Minta Tindakan Tegas

Seseorang menyusun karungan beras SPHP kemasan 5 kg dalam kegiatan gerakan pangan murah yang dilaksanakan di Gudang Bulog Jakarta. Source: (Foto/ANTARA/Zahra)

Nasional, gemasulawesi - Pengamat pertanian dari AEPI, Khudori, menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja mencampur beras berkualitas rendah lalu menjualnya seolah-olah sebagai beras SPHP Bulog atau bahkan beras premium, layak untuk dikenai sanksi tegas.

Saat dihubungi, Khudori menilai bahwa kebijakan memperketat distribusi beras SPHP pada tahun ini merupakan langkah krusial demi menghindari penyalahgunaan penyaluran beras subsidi yang seharusnya diterima oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

Ia menambahkan, jika ada pihak yang berani mengganti isi karung SPHP dengan beras lain yang bukan peruntukannya, apalagi memanfaatkan kepercayaan publik terhadap program pemerintah ini, maka tindakan tersebut harus direspons dengan penindakan yang tegas.

"Langkah pengetatan distribusi ini memang ditujukan untuk meminimalkan praktik penyelewengan. Kalau masih ada yang nekat mencampur-campur, tentu harus dikenai tindakan," ujar Khudori.

Baca Juga:
KPK Telusuri Sepeda Motor di Rumah Ridwan Kamil Terkait Kasus Korupsi Bank BJB

Pernyataan ini ia sampaikan saat dimintai tanggapan terkait dugaan adanya praktik pengoplosan beras reject menjadi SPHP oleh seseorang berinisial R di wilayah Riau.

Khudori menilai kasus tersebut bukanlah bentuk penyelewengan terhadap distribusi beras SPHP yang resmi, melainkan tindakan pemalsuan.

Pasalnya, pelaku dengan sengaja menggunakan karung SPHP untuk mengemas beras lain dan menjualnya seolah-olah sebagai bagian dari program subsidi pemerintah.

Ia menegaskan bahwa pengawasan terhadap peredaran beras SPHP sangatlah penting, mengingat beras tersebut termasuk dalam kategori barang subsidi yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang membutuhkan.

Baca Juga:
Prabowo Targetkan 20 Juta Penerima Makan Bergizi Gratis Jelang HUT ke-80 RI

“Yang dipakai memang karung SPHP, tapi isinya bukan beras SPHP. Ini bukan kasus beras subsidi yang diselewengkan, melainkan pelaku memanfaatkan antusiasme masyarakat terhadap SPHP dengan cara mengemas beras lain ke dalam karung SPHP lalu menjualnya seolah-olah itu beras subsidi,” ujar Khudori.

Sementara itu, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menyampaikan bahwa penggerebekan yang dilakukan aparat merupakan bagian dari tindak lanjut instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberantas kejahatan yang merugikan konsumen.

Ia menambahkan bahwa pengungkapan kasus ini dipimpin langsung oleh Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro, dan dari hasil penyelidikan terungkap bahwa tersangka R (34) menggunakan dua modus operandi dalam menjalankan aksinya.

Modus pertama yang dilakukan pelaku adalah mencampurkan beras medium dengan beras berkualitas rendah, lalu mengemasnya ulang ke dalam karung berlabel SPHP.

Baca Juga:
Pengadilan Tinggi Perberat Vonis Zarof Ricar Jadi 18 Tahun Penjara

Modus kedua, pelaku membeli beras murah dari wilayah Pelalawan dan mengemasnya ulang dalam karung merek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik, guna mengelabui pembeli.

Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa tersangka membeli dua jenis beras yang satu berkualitas baik, satunya lagi reject dari seseorang berinisial S di Kabupaten Pelalawan.

Untuk beras berkualitas baik, ia membayar seharga Rp11.000 per kilogram, sementara beras berkualitas rendah dibeli Rp6.000 per kilogram.

Polisi menyita sejumlah barang bukti dari lokasi, di antaranya 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung beras merek premium yang berisi beras rendah mutu, 18 karung kosong SPHP, serta perlengkapan produksi seperti timbangan digital, mesin jahit, dan benang.

Baca Juga:
Kejagung Usut Dugaan Korupsi dalam Penyaluran Subsidi Beras, Libatkan Sejumlah Perusahaan Besar

“Pemerintah sudah mengalokasikan subsidi demi membantu masyarakat, tetapi malah dimanfaatkan oknum demi meraup untung pribadi. Ini bukan sekadar penipuan dalam perdagangan, melainkan bentuk kejahatan serius yang merugikan rakyat kecil, terutama anak-anak yang membutuhkan asupan pangan bergizi,” tegas Irjen Herry.

Atas tindakannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Ancaman hukuman yang dikenakan maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar. (*/Zahra)

Bagikan: