Nasional, gemasulawesi - Komisi VIII DPR RI telah memberikan persetujuan atas usulan pemerintah mengenai pembayaran sebagian Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2026.
Adapun jumlah yang disepakati untuk dibayarkan di muka mencapai 627,24 juta riyal Saudi (SAR), setara dengan sekitar Rp2,72 triliun.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyampaikan dalam rapat, “Poin pertama adalah menyetujui penggunaan anggaran.”
Marwan menuturkan bahwa pembayaran tersebut dinilai bersifat mendesak dan harus segera dilakukan.
Langkah itu diperlukan agar jamaah haji Indonesia bisa memperoleh layanan yang layak selama berada di tanah suci.
Ia menambahkan, layanan yang dimaksud mencakup fasilitas tenda dan kebutuhan konsumsi ketika jamaah berada di Arafah, Muzdalifah, serta Mina (Armuzna).
“Pembayaran ini sifatnya mendesak agar ada kepastian terhadap area yang akan kita gunakan. Jika belum dibayar, pihak syarikah tidak akan berani memberikan jaminan,” ujar Marwan.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Agama Nasaruddin Umar memberikan penjelasan mengenai usulan yang diajukan pemerintah.
Baca Juga:
Danantara Indonesia Siap Mulai Investasi Strategis Setelah RKAP 2025 Disetujui Komisi XI DPR
Ia mengatakan bahwa pihaknya bersama Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) telah menyampaikan permintaan kepada Komisi VIII DPR RI.
Permintaan tersebut terkait dengan persetujuan pembayaran sebagian Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2026 secara lebih awal.
Jumlah dana yang diusulkan untuk dibayarkan mencapai 627 juta riyal Saudi, atau setara dengan sekitar Rp2,72 triliun.
Menteri Agama menjelaskan bahwa pembayaran di muka tersebut berkaitan dengan dana Masyair, yang digunakan untuk pelayanan jamaah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
Nasaruddin menuturkan bahwa hingga saat ini pembahasan resmi terkait BPIH 2026 dengan DPR memang belum dimulai.
Namun, batas waktu pembayaran layanan di Arab Saudi sudah semakin dekat, yakni jatuh pada 23 Agustus mendatang.
Kondisi ini, menurutnya, berisiko membuat jamaah haji asal Indonesia kehilangan kesempatan memperoleh tenda dan layanan terbaik di kawasan Armuzna.
Ia menambahkan, “Melihat situasi yang mendesak tersebut, pada kesempatan ini kami mengajukan permohonan penggunaan dana awal atau uang muka BPIH tahun 1447 Hijriah/2026 Masehi.
Baca Juga:
KAI Hadirkan Kereta Khusus Petani dan Pedagang untuk Perkuat Distribusi Hasil Bumi
Dana itu, menurut Nasaruddin, diusulkan agar difasilitasi oleh BPKH melalui pola pembayaran uang muka.
Ia menegaskan bahwa mekanisme tersebut tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku karena bersumber dari BPIH 1447 H/2026 M yang memang sudah dialokasikan untuk biaya operasional haji.
Ia menjelaskan, “Skemanya adalah pencairan dana BPIH lewat sistem uang muka. Jadi, ini bukan dana tambahan, melainkan bagian dari BPIH tahun 1447 H/2026 Masehi yang memang dipergunakan untuk kebutuhan penyelenggaraan haji. Dengan metode ini, tidak ada pelanggaran regulasi, tidak membebani jamaah, dan tidak menimbulkan risiko kerugian bagi keuangan negara.” (*/Zahra)