Berita parigi moutong, gemasulawesi– Mendukung penanganan stunting sejak dini, Kabupaten Parimo Provinsi Sulteng menyusur 278 desa untuk mendata Ibu hamil (Bumil) dan Bayi dua tahun (Baduta).
“Hingga saat ini, seluruh bidan di seluruh desa Kabupaten Parimo tengah melakukan pengukuran kepada Bumil dan Baduta. Hal itu dilakukan sejak Januari hingga Agustus 2020,” ungkap Kepala bidang Sosial budaya Bappelitbangda Kabupaten Parimo Abdul Sahid, di ruang kerjanya, Jumat 28 Agustus 2020.
Hasilnya, sejumlah bidan desa serta tim lainnya di lapangan telah mengimput data Bumil dan Baduta ke dalam sistem E-Ppgm, hingga sebanyak 59 persen.
Ia mengatakan, dengan upaya penginputan itu pihaknya menargetkan adanya penurunan angka Stunting setiap tahunnya, dari target data Bumil dan Baduta terupdate.
“Dua objek menjadi sasaran inti program penanganan stunting,” tuturnya.
Pihaknya, tengah memprogramkan Bumil dan Baduta menjadi sasaran program stunting secara berkesinambungan.
Pasalnya, proses perbaikan angka stunting dapat dilakukan dalam 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Atau nol bulan ibu hamil sampai melahirkan dan nol bulan anak sampai dua tahun.
“Standar itu menjadi acuan. Apabila keluar dari patron, maka akan sulit menjalani proses perbaikan stunting,” tegasnya.
Ia mengatakan, langkah lain yang harus dipersiapkan dalam penanganan stunting adalah mempersiapkan ibu yang akan hamil agar supaya sehat.
Caranya, dengan memprogramkan remaja putri yang siap berkeluarga sejak dini dengan pendidikan terkait stunting.
Ia mengakui, dalam proses perbaikan stunting di Parimo beberapa wilayah yang diangap menjadi kendala. Diantaranya, daerah terpencil.
“Sehingga, kedepannya akan dirancang satu program bagi wilayah itu untuk penurunan angka stunting,” jelasnya.
Ia mencontohkan, daerah Tinombo dan Palasa hingga saat ini menjadi pekerjaan rumah besar Pemda untuk program ini.
Menurutnya, keberhasilan pembangunan satu daerah dapat dilihat dalam penanganan stunting yang berkualitas.
“Jelasnya, kekurangan nutrisi berdampak buruk yang signifikan pada kesehatan individu dan warga,” tuturnya.
Ibu hamil yang tidak cukup gizi akan melahirkan bayi dengan berat badan rendah, dan dengan demikian memiliki risiko yang meningkat terhadap penyakit-penyakit yang mengancam kelangsungan hidup anaknya.
Demikian pula, para gadis yang kekurangan gizi berisiko tidak mampu mengandung dan melahirkan anak yang sehat.
Kekurangan gizi ini menciptakan lingkaran jahat (vicious circle) lebih jauh, karena kondisi ini akan menghambat tumbuh kembang anak hingga dewasa.
“Pada gilirannya, kondisi ini akan menghasilkan individu-invidu yang kurang produktif ketika mereka beranjak dewasa. Dan bahkan bisa menjadi beban pembangunan,” terangnya.
Estimasi yang dilakukan oleh UNICEF menunjukkan bahwa negara-negara di Asia dan Afrika kehilangan sekitar 11 persen dari PNB (Pendapatan Nasional Bruto) setiap tahun yang disebabkan oleh gizi buruk.
Sementara itu, tercatat sejak tahun 2017 angka stunting di Parimo mencapai 34,4 persen.
Kemudian, pada tahun 2018 mengalami penurunan 31 persen. Dan tahun 2019 mencapai 22 persen.
“Sedangkan, untuk tahun 2020 kami menargetkan penurunan stunting hingga mencapai 15 persen. Perlu usaha bersama agar target pencapaian dapat terwujud,” tutupnya.
Laporan: Muhammad Rafii