Jakarta, gemasulawesi – Beberapa waktu lalu aturan baru terkaitd denda Rp50 juta bagi warga di Jakarta yang tempat tinggalnya ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti menuai pro dan kontra.
Menanggapi hal ini, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menegaskan bahwa Peraturan Daerah (Perda) adalah bagian dari upaya edukasi terkait demam berdarah dengue (DBD).
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, menjelaskan bahwa fokus utama dari peraturan ini bukanlah pada dendanya, melainkan pada upaya edukasi masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan demi mencegah penyebaran DBD.
"Kami tidak berfokus pada dendanya, akan tetapi teguran tersebut adalah upaya dari pemerintah setempat untuk mengedukasi masyarakat," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati.
Ani menyatakan bahwa Dinas Kesehatan DKI Jakarta bekerja sama dengan pihak terkait melakukan edukasi secara bertahap kepada masyarakat.
Edukasi ini mencakup memberikan teguran awal sebelum akhirnya memberlakukan denda jika ditemukan pelanggaran.
Merujuk pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue, sanksi bagi warga yang melanggar ketentuan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus dan yang tempat tinggalnya ditemukan jentik nyamuk mencakup beberapa tahapan.
Tahapan sanksi dimulai dari teguran tertulis, diikuti dengan pemberitahuan kepada warga melalui penempelan stiker di pintu rumah.
Jika pelanggaran terus berlanjut, warga dapat dikenai denda paling banyak Rp50 juta atau pidana kurungan paling lama dua bulan. Denda ini diterapkan secara bertahap, bukan langsung.
Ani menambahkan bahwa teguran awal diharapkan dapat menjadi perhatian bagi pemilik rumah untuk lebih memperhatikan kebersihan lingkungan mereka.
Ani juga menekankan bahwa seluruh tahapan sanksi ini merupakan rangkaian dari upaya edukasi agar masyarakat lebih peduli dalam mencegah adanya jentik nyamuk yang dapat menyebabkan DBD.
Hingga saat ini, belum ada warga yang dijatuhi denda tersebut karena prosesnya harus melalui persidangan untuk tindak pidana ringan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga telah mengimplementasikan program pelepasan nyamuk Aedes aegypti yang mengandung bakteri Wolbachia di Kembangan, Jakarta Barat.
Selain itu, program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) digencarkan dua kali seminggu, serta pengasapan (fogging) serentak dilakukan di sejumlah RW yang rawan DBD.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat bahwa kasus DBD hingga kini masih stabil dan tidak ada kenaikan yang signifikan.
Pada bulan April tercatat sebanyak 3.164 kasus, di bulan Mei sebanyak 2.959 kasus, dan hingga 10 Juni tercatat 218 kasus. Hingga 14 Mei 2024, diketahui ada 15 orang yang meninggal dunia akibat DBD.
Lebih lanjut, Ani Ruspitawati menjelaskan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait untuk memastikan upaya pencegahan DBD berjalan efektif.
Edukasi yang dilakukan meliputi sosialisasi tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, menguras, menutup, dan mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti.
Dalam jangka panjang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana untuk terus memperbaiki infrastruktur sanitasi dan sistem drainase kota guna mencegah genangan air yang bisa menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk.
Upaya ini termasuk peningkatan jumlah tempat pembuangan sampah sementara yang terorganisir dan kampanye pengurangan penggunaan plastik yang bisa menjadi tempat penampungan air hujan.
Dengan adanya Perda dan upaya edukasi yang intensif ini, diharapkan masyarakat DKI Jakarta dapat lebih aktif dalam menjaga kebersihan lingkungan dan mencegah penyebaran DBD, sehingga angka kasus DBD dapat terus ditekan.
Edukasi dan kesadaran masyarakat adalah kunci utama dalam memerangi penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini.
Pemerintah juga berharap kerjasama yang baik antara warga dan pemerintah akan terus terjalin demi terciptanya lingkungan yang sehat dan bebas DBD di Jakarta. (*/Shofia)